“ Sudah kubilang tanpa gula. Kau
itu tuli atau apa? “
“ Aku yakin tidak memasukkan
gula kesana, Ms Jannet.”
“ Tapi ini sangat manis,
bagaimana jika diabetesku kambuh? Kau mau bertanggung jawab huh?”
“ Aku.. tidak.” Gadis itu
mendesah.
“ Pegawai macam apa kau ini?
akan kuadukan kepada Kenley. Ini kesalahanmu yang ketiga kalinya. Kuharap kau
punya alasan bagus agar kau bisa bertahan direstoran ini, Ms Summer.” Kata-kata
itu terulang lagi. Gadis itu kini memutar bola mata tak peduli. Ia berjalan
begitu saja menuju pantry dan mengabaikan tatapan-tatapan mencolok dari
pengunjung juga teman satu profesinya. Disaat yang sama, Mr Kenley datang
mendekati, ekspresinya sudah bisa ditebak. Kali ini gadis itu harus pasrah.
“ Carmel—“
“ Ya, ya, ya aku tahu, aku tahu.
Carmel , kau dipecat? Its really bullshit, buddy.” Gadis itu berkata tak
perduli. Ia melucuti seragamnya dan berlalu begitu saja dari tatapan kesal Mr
Kenley.
“ Carmel! kau menyesal telah
menyia-nyiakan sisa hidupmu. Jangan pernah kau—“ teriakan Mr Kenley menghilang
ketika Carmel menutup pintu restoran dan meninggalkan suara lonceng disana.
Gadis itu menguncir asal rambutnya sambil mengambil langkah besar diantara
kerumunan orang yang lalu lalang di tengah-tengah kota Washington.
“ Dipecat lagi eh, Ms Summer?”
sebuah suara lembut menarik perhatian Carmel. Orang itu berjalan beriringan
dengannya bersama buku-buku tebal yang dijinjingnya kewalahan.
“ Apa itu sebuah lolucon Ms
Campbell?” Carmel berkata sarkastik membuat Carlota terkekeh kecil.
“ Kurasa memang tak ada
pekerjaan cocok untukmu. Jadi pengantar pizza, dipecat. Penjaga boutique
terkenal se-washington dipecat. Pelayan restoran juga dipecat? Oh man.” Carlota
tertawa mengejek. Carmel memutar bola mata lagi dan mereka berhenti melangkah
tepat saat penyebrangan jalan berlampu merah.
“ Oh please,” Desahnya. “ Ms
Jannet tidak tahu apa yang dia lakukan. Aku benar-benar tak memasukan gula
kemakanannya.” Carmel membela.
“ Tetapi minggu lalu kau membuat
baju mahal istri Mr Kenleymu itu ternoda sup ikan dan tempo hari kau membuat
rambut salonnya tertumpa spagethi panas.” Wajah Carmel memerah mendengarnya.
Gadis itu langsung memberengut dan mengambil langkah lebar ketika lampu
penyebrangan bewarna hijau.
“ Jangan dipertegas. “ Ucap
Carmel sengit. “ Kau tidak tahu betapa sulitnya hidup mandiri ditengah-tengah
kota dan harus membiayai uang kuliahmu seorang diri dengan cara bekerja
bagaikan robot yang malam dijadikan siang dan siang dijadikan malam.” Carlota
masih bisa mendengar nada emosi dalam suara Carmel yang berjalan cepat
disampingnya. Mereka akhirnya berhenti tepat didepan losmen tua, tempat Carmel
bernaung selama 2 tahun terakhir.
“ Mungkin kau harus kembali pada
Carlely.” Ucap Carlota samar. Carmel menatap sahabatnya dalam dan mendesah lalu
terduduk di anak tangga didepan pintu losmennya.
“ Dan mengganggu keluarga
barunya? Tidak. “ Carmel bersungut.
“ Hey , hanya Angelina. Kurasa
Carlely tak keberatan jika kau kembali lagi kesana. Angelina adalah wanita yang
baik, dia menyayangimu.” Ujar Carlota pelan. Carmel mendesah lagi.
“ Aku sudah berjanji untuk hidup
mandiri, Carl. Aku tidak mau merepotkan Carlely lagi. Dia sudah cukup banyak
membantu.” Carmel menjawab dengan tatapan sedih. Dia benar, dia tak ingin
mengganggu kehidupan baru Carlely bersama istri baru yang dinikahinya 3 tahun
lalu. Carlely memang bertahan 5 tahun untuk tidak menikah dengan siapapun dan
menyayangi Carmel seutuhnya namun Carlely semakin lama semakin kesepian, setiap
hari dia beranjak tua dan dia butuh pendamping hidup sebaik Angelina.
“ Kau tidak bisa seperti ini
terus. Aku yakin Mrs Rosaline akan kembali menyemprotmu dengan teriakan,
‘Carmel, mana uang bayaranmuuu! Kau sudah tidak bayar selama 3 bulan!’ “
ekspresi Carlota benar-benar menjiwai membuat tawa Carmel meledak seketika.
“ Bagaimana, mau kan?” Carlota
mendelik setelah tawa Carmel terhenti.
Carmel mengambil nafas
panjang, bahunya turun 2 centi. “ Entahlah Carl, aku masih merasa bersalah pada
Carlely.”
Carlota menatap
sahabatnya lekat-lekat, wajahnya menunjukkan keseriusan. “ Carmel, kematian
ibumu adalah takdir. Kau tak bisa menyalahkan dirimu sendiri atas kesalahan
ibumu. Carlely sudah ikhlas menerima kepergian ibumu.”
“ Tetapi tetap saja, saat aku melihat
mata Carlely, dia sakit. Ada kekecewaan yang tergambar disana meskipun saat itu
dia memelukku.” Carmel tak bisa menahan emosinya untuk meledak, mata gadis itu
berkunang-kunang.
“ Carmel, dengar.” Carlota
mencengkram bahu gadis itu dan menatapnya lurus. “ Ibumu belum tentu terbukti
menghianati Carlely. Kau bahkan belum bercerita tentang mobil polisi itu
padanya. Carlely sekarang sudah bersama Angelina, dan dia masih perduli
terhadapmu. Masih sangat. Dia adalah ayah yang sangat baik. Dia mengunjungimu
sesempatnya dia bisa. Bahkan setiap kali aku bertemu dengannya dia selalu
menanyakan kabarmu, bagaimana pekerjaanmu dan semua hal detail yang tak semua
ayah didunia bisa melakukan itu, terhadap.. “ Carlota menarik nafas panjang. “
bukan anak kandungnya sendiri.”
Carmel bisu, dia tak
mengucapkan sepatah kata apapun setelah menit-menit berlalu. Carlota memeluknya
sesaat dan berdiri lalu mengambil kembali buku-buku tebalnya yang ada didekat
kakinya.
“ Aku harus pulang. Jika kau
berubah pikiran hubungi aku. Pikirkanlah matang-matang Car. Aku menyayangimu.”
Gadis itu mengecup pipi Carmel yang dingin. Carmel tak merespon apapun,
pandangannya kosong sampai Carlota menghilang dibalik gang sempit itu.
***
Carmel menyelimuti kakinya yang terasa direndam di dalam peti es. Malam ini
memang terasa begitu dingin sampai-sampai gigi-giginya bergemelatukan meski
pendingin udara tidak ada diruangannya. Gadis itu merasa tubuhnya kosong, tak
berjiwa. Dia terlalu memikirkan banyak hal beberapa tahun belakangan. Carmel tahu
dia sudah dewasa, umurnya sudah 18 dan dia sudah memiliki ijin kependudukan,
tetapi tetap saja meski usianya bertambah Carmel masih memikirkan hal-hal yang
dipikirkannya sewaktu usianya 10 tahun lalu.
Anak itu, bagaimana
kabarnya sekarang? apa benar dia di Chicago? Atau pergi bersama Jeremy yang
dengar-dengar pindah ke Virginia?
Jason. Carmel
benar-benar merindukan lelaki itu. 8 tahun tak pernah ada kabar apapun. Carmel
bahkan tak tahu rupa Jason seperti apa sekarang, apakah masih seperti pinang
dibelah dua dengan Justin? Oh Justin. Benar. Carmel muak memikirkannya. Carmel
benar-benar rindu pada ibunya, mengingatkan dia pada pemberian terakhir ibunya
yang dibuang begitu saja oleh .. Err Carmel tak mau menyebutkan namanya lagi.
Mungkin Carlota benar, dia harus kembali pulang kerumah. Carmel tahu Carlely
takkan pernah merasa direpotkan dengan kembalinya dirinya disana. Mungkin
dengan begitu, Carmel bisa mengenang masa kecilnya, yang entah bahagia atau
menyakitkan.
Gadis itu bergetar
menggapai ponselnya diatas meja. Dengan jemari-jemari yang mengkeriput dan
memutih karena kedinginan , Carmel berusaha mengetuk layar ponsel dengan
keteguhan hati yang mantap.
To : My bestie Carl
Dear , Bisakah besok kau menyiapkan truk antikmu untukku? Kurasa aku
harus memindahkan barang-barangku kembali kekamarku yang dulu :)
aku berubah pikiran.
Ps : Aku menyayangimu juga. Terimakasih telah bersamaku selama ini.
Carmel mengetuk kata
Send dilayar pipihnya. Gadis itu meletakkan ponselnya diatas meja dan meringkuk
menyelimuti dirinya sendiri dengan mata memandang langit malam Washington yang
tak berbintang.
***
Hari ini Carlota
membantu sahabatnya pindah kerumah Carlely yang dulu, rumah yang dulu pernah
ditinggali Carmel sampai usianya 16 tahun.
Carmel membawa barang terakhirnya dan meletakkannya diatas truk PW tua
mengangumkan milik Carlota.
“ Kau yakin tak ada yang
tertinggal?” Tanya Carlota menghampiri Carmel yang berdiri disamping truknya.
“ Ya,” gadis itu mengangguk
lambat-lambat. “ Aku harus berpamit pada Rosaline lebih dulu.” Lanjutnya
mendesah.
“ Baik, Aku akan menunggu
dimobil.” sambil berkata Carlota membuka pintu mobilnya dan saat itu Carmel
menghilang menyongsong Rosaline yang sudah berdiri dengan wajah muram diambang
pintu.
“ Ros,” Gadis itu mendesah lagi,
memeluk Rosaline begitu erat. “ Aku akan pergi. Maafkan aku selalu telat
membayar uang losmenmu.”
Rosaline , janda
berumur 34 tahun itu menitihkan air mata sedih. “ Oh Car, kau sudah seperti
anakku sendiri. Maafkan aku selalu menjerit-jerit tengah malam menganggu
tidurmu. Meminjam alat-alat dapurmu yang sampai sekarang belum aku kembalikan.”
Rosaline melepas pelukannya sambil mengusap pipinya sendiri. Carmel tersenyum.
“ Simpan saja untukmu. Aku tak
membawa alat-alat dapur. Jika kau mau kau bisa menyimpannya.”
“ Benarkah?” Seru Rosaline,
nampaknya wajahnya kembali merona. Air muka Rosaline sudah seperti anak remaja
17 tahun. Carmel mengangguk dan mundur satu langkah kebelakang.
“ Aku harus pergi, aku tak ingin
Carlota lama menunggu.” Ucap Carmel menunjuk kebelakang bahunya dengan ibu
jari. Rosaline mengangguk dan memeluk anak itu lagi.
“ Jangan sungkan-sungkan untuk
mampir kesini. Aku akan membuat Cupcake kesukaanmu. Bukankah jarak
universitasmu dekat dari sini?”
Carmel melepas pelukan
Rosaline dan mengangguk. “ Tentu.” Sahutnya menjawab segala pertanyaan dengan
tersenyum dan melambai pada Rosaline lalu meninggalkan wanita itu.
***
Carmel memasuki kamar yang dikosongkannya 2 tahun lalu. Matanya mengitari
kesetiap sudut kamar. Tak ada yang berubah, semua tetap sama seperti 2 tahun
yang lalu saat ia memutuskan untuk tinggal ditengah kota Washington dan hidup
mandiri dengan membiayai semua uang sekolah dan kehidupannya. Gadis itu meraba
dinding pinky kamarnya, mengitari seluruh ruangan seakan-akan dia berada
ditempat yang tak terbayangkan. Entah kenapa dia begitu merindukan tempat ini,
seperti takkan pernah kembali lagi.
“ Car.” Sebuah suara berat
memanggilnya, Carmel menoleh dan mendapati Carlely, ayahnya berada diambang
pintu yang terbuka.
“ Dad.” Bisiknya, menghampiri
Carlely dan mendekapnya erat ketika dekat. “ Dad, aku minta maaf. “
“ Sshh. Carlota sudah
menceritakan semuanya padaku. Aku sangat senang kau kembali kerumah.
Bagaimanapun ini adalah rumahmu, dan jangan memutuskan untuk berpisah lagi.
Mengerti?”
Carlely melepaskan pelukannya, memandang anaknya dengan lembut.
“ Tapi aku tetap ingin hidup
mandiri, Dad.” Carmel mengerang. Carlely menyipit lalu memutar kedua bola mata
hijaunya.
“ Kau masih keras kepala.” Gerutu
Carlely membuat Carmel nyengir.
“ Carmel.” suara lembut menyembul
diantara mereka. Bola mata mereka bergerak dan mendapati seorang wanita
berambut pirang strawbery dengan wajah anggun dan tenang berjalan mendekati
mereka.
“ Angelina.” Seru Carmel memeluk
wanita itu. Angelina tertawa dan melepas pelukan mereka.
“ Senang melihatmu kembali.”
kata Angelina mengerling. Carmel mengangguk-ngangguk.
“ Baiklah, aku harus kembali
kepekerjaanku. Beristirahatlah Car, ini hari minggu. Dan jangan menyinggung
soal kemandirian lagi. Aku lebih senang saat umurmu 10 tahun yang tak pernah
merengek soal hidup sendiri.” Sambil berkata Carlely pergi meninggalkan
ruangan. Carmel terperangah dan mendengus-dengus.
“ Hari minggu dia masih bekerja?
Angelina lihatlah, bahkan Carlely tak ingin aku tumbuh.” Gerutu Carmel membuat
Angelina terkekeh.
“ Dia hanya terlalu
menyayangimu. Lagipula dia sedang membetulkan mobilku yang sedikit ada masalah.
” Angelina merangkul Carmel. “ Ah ya , aku sedang memasak sarden tuna
kesukaanmu. Kau pasti lapar.” Angelina menatap Carmel yang mengangguk.
“ Dan juga buatkan jus orange
untukku, Ange.” Carlota datang membawa dua buah kardus yang menutupi setengah
bagian tubuhnya.
“ Tentu, aku akan segera
kembali.” Angelina menghilang dari pandangan. Carmel menghampiri Carlota yang
berjalan tak seimbang lalu membantu menuruni kardus-kardus berisi buku-buku
pelajaran milik Carmel dan meletakkannya dilantai.
“ Maaf merepotkanmu, Carl.” Ucap
Carmel memandang Carlota yang menyikap poninya dengan punggung tangan.
“ Tak masalah. Aku sudah biasa
direpotkan.” Katanya, geli. Carmel tersenyum samar dan mengeluarkan
buku-bukunya dari dalam kardus sementara Carlota berbaring diatas kasurnya.
“ Well, apa rencanamu
selanjutnya?” tanya Carlota tanpa memandang Carmel yang mulai bergerak untuk
menyimpan buku kelemari buku. Sejenak ruangan sunyi senyap sementara Carmel
menimbang-nimbang pikirannya.
“ Mungkin aku akan mencari kerja
lagi.”
Carmel tahu ucapan
yang meluncur dari kerongkongannya mungkin bukan jawaban yang benar-benar
diinginkan Carlota sehingga membuat gadis itu langsung bangkit dari kasur
didetik yang sama.
“ Kau bercanda?” Carmel bisa
mendengar nada sinis dari sana. “ Rencanamu pulang kerumah adalah karena kau
sudah tak bekerja lagi dan tak bisa membiayai hidupmu lagi. Sekarang kau ingin
cari kerja ? oh, lebih baik aku tak usah menjemputmu tadi pagi.”
Carmel berhenti
bergerak, memandang Carlota yang membuang wajah kesal.
“ Carl, ini bukan tentang
pekerjaan. Ini tentang jalan hidupku. Aku tak ingin merepotkan Carlely
sementara ibuku tidak ada. Aku bukanlah anak kandungnya dan aku ingin itu tak
merubah pemikiranku untuk berusaha membiayai hidupku sendiri.” Ucap Carmel parau.
“ Carmel,” Carlota buru-buru
berkata. “ Carlely menyayangimu, tak ada yang merasa direpotkan oleh kehadiran
usiamu yang sudah 18. Kau anaknya dan kau memiliki hak untuk mendapatkan apapun
yang kau inginkan diusia remaja ini. Meskipun dia bukan ayah kandungmu dia
tetap wajib menjagamu dan menyayangimu seperti anak kandungnya, dan Carlely
sudah melakukan itu melebihi apapun…”
Carmel melamun, gadis itu
berusaha keluar dari pikirannya yang rumit. “ Carl,” bisiknya tak bisa bersuara
lagi.
“ Lebih baik aku membiarkanmu
menyendiri. Kita tak mungkin berdebat ketika energiku sudah terkuras.” Carlota
bangkit dari kasur dan menghilang dari pandangan Carmel yang mulai memaku.
Kepala gadis itu terasa berat membuatnya tak mampu lagi untuk bergerak. Carmel
jatuh terduduk dan menenggelamkan kepalanya diantara kaki-kakinya yang menekuk.
Carlota marah. Ia marah. Carmel berteriak dalam hati. Carmel amat hafal betul
sahabatnya yang satu itu sangat penuh kasih sayang, tetapi jika Carlota marah
jangan harap kau bisa mengajaknya tertawa lagi dalam waktu sehari. Carmel akan
merasa bicara dengan patung jika Carlota moodnya sedang buruk.
Carmel merasakan
kakinya basah, sesuatu yang menggelitik menjilati jemari-jemari kakinya dan
saat itu juga ia tersentak.
“ Hey Sammy, berhenti menjilati
kaki orang.” Carmel bisa mendengar teriakan Angelina tak jauh didepannya. Namun
mata gadis itu mengamati anjing jenis cihuahua bergerak-gerak aktif didekat
kakinya.
“ Anjing barumu?” tanya Carmel
meraih binatang peliharaan yang menurut suatu survei paling banyak dipelihara
manusia.
Angelina meletakkan
nampan diatas meja sambil mengangguk. “ Ya, hadiah ulang tahun pernikahan kami
yang ketiga dari Carlely seminggu yang lalu.”
“ Dad, sungguh romantis.” Kata
Carmel menatap anjing yang digendongnya seksama. Sesungguhnya Carmel tidak
begitu suka anjing, apalagi anjing botak seperti cihuahua. Melihatnya tanpa
bulu seperti domba yang dicukur diperternakan membuat Carmel sedikit err
sudahlah.
Angelina mendengus
senang. “ Pria idaman,” desahnya. “ Ah, mana Carlota? aku sudah membuat orange
jus permintaannya.”
Carmel melepas Sammy
dan anjing itu langsung berlari keluar ruangan. “ Dia pergi.” Jawab Carmel
bangkit untuk berdiri. “ Aku juga haus. Biar aku saja yang menghabiskannya
setelah merapihkan barang-barangku. Sebaiknya kau membantu Dad, kurasa dia agak
kerepotan membetulkan mobilmu. Aku tahu Dad bukan seorang montir yang handal.”
Carmel mencoba menerangkan, menyembunyikan rasa kebas yang tadi sempat
menyerangnya.
“ Baiklah, jika kau lapar turun
saja kebawah, kami akan menunggumu untuk makan siang.” Kata Angelina menarik
knop pintu dan memundurkan langkah keluar kamar.
“ Trims, Mom.” Ucap Carmel samar
namun masih bisa didengar Angelina yang langsung tersenyum manis. Angelina
menutup pintu dan lenyap dari pandangan gadis itu. Hhh akhirnya Carmel bisa
dengan lepas mengucap kata Mom pada Angelina, ibu tirinya. Sebenarnya Carmel
bukan tidak mau mengakui Angelina sebagai ibu barunya, hanya saja menurutnya
takkan pernah ada yang bisa menggantikan ibunya. Takkan pernah ada. Dan hari
ini, selama 3 tahun terakhir sikap kasih sayang yang ditunjukkan Angelina
padanya mengubah pemikiran apatisnya itu.
Carmel mulai kembali
bergerak, merapihkan semua barang yang belum pada tempatnya. Tangan gadis itu
memang tetap aktif, tapi pikirannya tetap tertumpu pada satu hal yang sampai
sekarang masih terus menari-nari dalam otaknya.
***
MonDay. Oh Carmel tahu betul dia benci hari senin. Hari dimana ia harus kembali
kerutinitas membosankan. Carmel masih mengulat diatas kasur ketika Angelina
mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Gadis itu bangkit dan mendadak membulatkan mata
ketika melihat jam dinding yang bergerak. Sial. Dia kesiangan.
“ Dad , bisakah kau mengantarku
kesekolah?” Carmel berteriak saat dianak tangga pertama. Gadis itu berlari dan
4 detik kemudian dia sudah ada didekat Carlely dan Angelina yang sibuk memakan
roti panggang.
“ Tak bersama Carlota?” tanya
Carlely otomatis.
Carmel mengerang. “
Ugh, untuk hari ini mungkin tidak.” Jawabnya. Entah kenapa hari ini Carmel merasakan
jantungnya 20 kali lebih cepat dari biasanya. Dia tidak berpotensi mengidap
penyakit jantungkan?
“ Baiklah, Mari berangkat.”
Carlely memiringkan kepala setuju. Pria itu bangkit dari duduknya lalu mengecup
bibir Angelina sesaat. Carmel tersenyum melihat pemandangan itu.
“ Aku pergi Mom.” Carmel pamit
pada Angelina. Sepertinya lidahnya mulai terbiasa mengucapkan kata yang dulu
menurutnya itu adalah pantangan.
Carmel berjalan keluar
rumah. Dan ini adalah hari pertama setelah 2 tahun dia menatap kembali
kepemukiman tentramnya. Gadis itu memutar kesekeliling, dan bola mata cokelat
terangnya berhenti bergerak ketika tertuju pada salah satu rumah. Rumah Jason. Kepala
Carmel kembali pening, rasanya berdenyut-denyut, seperti pasien amnesia yang
mengingat kembali masa lalunya. Carmel hendak melangkah namun terhenti saat itu
juga begitu ia melihat garasi rumah Jason terbuka. Jantungnya berhenti berdetak
sedetik. Tangan gadis itu gemetaran. Tak selang dari itu sebuah mobil audi
hitam keluar dan melacu lambat ketika keluar dari perkarangan rumah Jason lalu
menghilang dikejauhan. Carmel membeku, dia bahkan tak bisa merasakan detak
jantungnya. Selang 3 detik dari itu Carmel terperanjat. Carlely membunyikan
klakson kelewat nyaring membuat tubuhnya nyaris ambruk saat itu juga.
“ Come on Car, tak ada waktu
untuk melamun di hari senin. “ Carlely berseru didalam mobil dengan kaca yang
terbuka. Carmel mengangguk cepat dan berlari memasuki mobil keluaran honda
tersebut. Carlely langsung menginjak pedal gas ketika Carmel memakai sabuk
pengamannya.
“ Dad, apa ada orang baru yang
menempati rumah Jason lagi?” Carmel bertanya pelan, namun mampu mengalihkan
perhatian Carlely.
“ Rumah Jason?” Dahi pria itu
berkerut.
“ Ya , aku melihat seseorang
keluar dari sana.” Carmel menahan suaranya. Gadis itu masih merasa schok. Rumah
itu memang pernah ditinggali oleh sepasang suami istri, tapi itu sudah lama
sekali sekitar 7 tahun yang lalu dan hanya bertahan 3 bulan, lalu rumah itu
kosong sampai saat ini. Namun Carmel tidak yakin apa ada orang baru lagi selama
dia tinggal ditengah kota Washington 2 tahun terakhir.
“ Aku tidak begitu yakin, kau
tahu aku jarang ada dirumah 3 hari terakhir. Kau tanya saja pada Angelina, eh
Ibumu. Dia adalah wanita pencari berita yang handal.” Carlely tersenyum geli
namun tidak berarti apa-apa untuk Carmel. Gadis itu begitu tenggelam dari
pikirannya. Carmel menggeleng pelan, ia tak ingin mempersulit dirinya sendiri.
Itu bukan Jason, please jangan berharap. Carmel bersuara dalam hati. Tapi entah
kenapa hatinya menolak untuk tidak berharap.
*to be continue*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar