Kamis, 27 Februari 2014

Ghost Or Not? Part 2

 PART 2







                “ Sudah kubilang tanpa gula. Kau itu tuli atau apa? “
                “ Aku yakin tidak memasukkan gula kesana, Ms Jannet.”
                “ Tapi ini sangat manis, bagaimana jika diabetesku kambuh? Kau mau bertanggung jawab huh?”
                “ Aku.. tidak.” Gadis itu mendesah.
                 “ Pegawai macam apa kau ini? akan kuadukan kepada Kenley. Ini kesalahanmu yang ketiga kalinya. Kuharap kau punya alasan bagus agar kau bisa bertahan direstoran ini, Ms Summer.” Kata-kata itu terulang lagi. Gadis itu kini memutar bola mata tak peduli. Ia berjalan begitu saja menuju pantry dan mengabaikan tatapan-tatapan mencolok dari pengunjung juga teman satu profesinya. Disaat yang sama, Mr Kenley datang mendekati, ekspresinya sudah bisa ditebak. Kali ini gadis itu harus pasrah.
                “ Carmel—“
                “ Ya, ya, ya aku tahu, aku tahu. Carmel , kau dipecat? Its really bullshit, buddy.” Gadis itu berkata tak perduli. Ia melucuti seragamnya dan berlalu begitu saja dari tatapan kesal Mr Kenley.
                “ Carmel! kau menyesal telah menyia-nyiakan sisa hidupmu. Jangan pernah kau—“ teriakan Mr Kenley menghilang ketika Carmel menutup pintu restoran dan meninggalkan suara lonceng disana. Gadis itu menguncir asal rambutnya sambil mengambil langkah besar diantara kerumunan orang yang lalu lalang di tengah-tengah kota Washington.
                “ Dipecat lagi eh, Ms Summer?” sebuah suara lembut menarik perhatian Carmel. Orang itu berjalan beriringan dengannya bersama buku-buku tebal yang dijinjingnya kewalahan.
                “ Apa itu sebuah lolucon Ms Campbell?” Carmel berkata sarkastik membuat Carlota terkekeh kecil.
                “ Kurasa memang tak ada pekerjaan cocok untukmu. Jadi pengantar pizza, dipecat. Penjaga boutique terkenal se-washington dipecat. Pelayan restoran juga dipecat? Oh man.” Carlota tertawa mengejek. Carmel memutar bola mata lagi dan mereka berhenti melangkah tepat saat penyebrangan jalan berlampu merah.
                “ Oh please,” Desahnya. “ Ms Jannet tidak tahu apa yang dia lakukan. Aku benar-benar tak memasukan gula kemakanannya.” Carmel membela.
                “ Tetapi minggu lalu kau membuat baju mahal istri Mr Kenleymu itu ternoda sup ikan dan tempo hari kau membuat rambut salonnya tertumpa spagethi panas.” Wajah Carmel memerah mendengarnya. Gadis itu langsung memberengut dan mengambil langkah lebar ketika lampu penyebrangan bewarna hijau.
                “ Jangan dipertegas. “ Ucap Carmel sengit. “ Kau tidak tahu betapa sulitnya hidup mandiri ditengah-tengah kota dan harus membiayai uang kuliahmu seorang diri dengan cara bekerja bagaikan robot yang malam dijadikan siang dan siang dijadikan malam.” Carlota masih bisa mendengar nada emosi dalam suara Carmel yang berjalan cepat disampingnya. Mereka akhirnya berhenti tepat didepan losmen tua, tempat Carmel bernaung selama 2 tahun terakhir.
                “ Mungkin kau harus kembali pada Carlely.” Ucap Carlota samar. Carmel menatap sahabatnya dalam dan mendesah lalu terduduk di anak tangga didepan pintu losmennya.
                “ Dan mengganggu keluarga barunya? Tidak. “ Carmel bersungut.
                “ Hey , hanya Angelina. Kurasa Carlely tak keberatan jika kau kembali lagi kesana. Angelina adalah wanita yang baik, dia menyayangimu.” Ujar Carlota pelan. Carmel mendesah lagi.
                “ Aku sudah berjanji untuk hidup mandiri, Carl. Aku tidak mau merepotkan Carlely lagi. Dia sudah cukup banyak membantu.” Carmel menjawab dengan tatapan sedih. Dia benar, dia tak ingin mengganggu kehidupan baru Carlely bersama istri baru yang dinikahinya 3 tahun lalu. Carlely memang bertahan 5 tahun untuk tidak menikah dengan siapapun dan menyayangi Carmel seutuhnya namun Carlely semakin lama semakin kesepian, setiap hari dia beranjak tua dan dia butuh pendamping hidup sebaik Angelina.
                “ Kau tidak bisa seperti ini terus. Aku yakin Mrs Rosaline akan kembali menyemprotmu dengan teriakan, ‘Carmel, mana uang bayaranmuuu! Kau sudah tidak bayar selama 3 bulan!’ “ ekspresi Carlota benar-benar menjiwai membuat tawa Carmel meledak seketika.
                “ Bagaimana, mau kan?” Carlota mendelik setelah tawa Carmel terhenti.
Carmel mengambil nafas panjang, bahunya turun 2 centi. “ Entahlah Carl, aku masih merasa bersalah pada Carlely.”
Carlota menatap sahabatnya lekat-lekat, wajahnya menunjukkan keseriusan. “ Carmel, kematian ibumu adalah takdir. Kau tak bisa menyalahkan dirimu sendiri atas kesalahan ibumu. Carlely sudah ikhlas menerima kepergian ibumu.”
                “ Tetapi tetap saja, saat aku melihat mata Carlely, dia sakit. Ada kekecewaan yang tergambar disana meskipun saat itu dia memelukku.” Carmel tak bisa menahan emosinya untuk meledak, mata gadis itu berkunang-kunang.
                “ Carmel, dengar.” Carlota mencengkram bahu gadis itu dan menatapnya lurus. “ Ibumu belum tentu terbukti menghianati Carlely. Kau bahkan belum bercerita tentang mobil polisi itu padanya. Carlely sekarang sudah bersama Angelina, dan dia masih perduli terhadapmu. Masih sangat. Dia adalah ayah yang sangat baik. Dia mengunjungimu sesempatnya dia bisa. Bahkan setiap kali aku bertemu dengannya dia selalu menanyakan kabarmu, bagaimana pekerjaanmu dan semua hal detail yang tak semua ayah didunia bisa melakukan itu, terhadap.. “ Carlota menarik nafas panjang. “ bukan anak kandungnya sendiri.”
Carmel bisu, dia tak mengucapkan sepatah kata apapun setelah menit-menit berlalu. Carlota memeluknya sesaat dan berdiri lalu mengambil kembali buku-buku tebalnya yang ada didekat kakinya.
                “ Aku harus pulang. Jika kau berubah pikiran hubungi aku. Pikirkanlah matang-matang Car. Aku menyayangimu.” Gadis itu mengecup pipi Carmel yang dingin. Carmel tak merespon apapun, pandangannya kosong sampai Carlota menghilang dibalik gang sempit itu.
                                                                                 ***
Carmel menyelimuti kakinya yang terasa direndam di dalam peti es. Malam ini memang terasa begitu dingin sampai-sampai gigi-giginya bergemelatukan meski pendingin udara tidak ada diruangannya. Gadis itu merasa tubuhnya kosong, tak berjiwa. Dia terlalu memikirkan banyak hal beberapa tahun belakangan. Carmel tahu dia sudah dewasa, umurnya sudah 18 dan dia sudah memiliki ijin kependudukan, tetapi tetap saja meski usianya bertambah Carmel masih memikirkan hal-hal yang dipikirkannya sewaktu usianya 10 tahun lalu.
Anak itu, bagaimana kabarnya sekarang? apa benar dia di Chicago? Atau pergi bersama Jeremy yang dengar-dengar pindah ke Virginia?
Jason. Carmel benar-benar merindukan lelaki itu. 8 tahun tak pernah ada kabar apapun. Carmel bahkan tak tahu rupa Jason seperti apa sekarang, apakah masih seperti pinang dibelah dua dengan Justin? Oh Justin. Benar. Carmel muak memikirkannya. Carmel benar-benar rindu pada ibunya, mengingatkan dia pada pemberian terakhir ibunya yang dibuang begitu saja oleh .. Err Carmel tak mau menyebutkan namanya lagi. Mungkin Carlota benar, dia harus kembali pulang kerumah. Carmel tahu Carlely takkan pernah merasa direpotkan dengan kembalinya dirinya disana. Mungkin dengan begitu, Carmel bisa mengenang masa kecilnya, yang entah bahagia atau menyakitkan.
Gadis itu bergetar menggapai ponselnya diatas meja. Dengan jemari-jemari yang mengkeriput dan memutih karena kedinginan , Carmel berusaha mengetuk layar ponsel dengan keteguhan hati yang mantap.
To : My bestie Carl
Dear , Bisakah besok kau menyiapkan truk antikmu untukku? Kurasa aku harus memindahkan barang-barangku kembali kekamarku yang dulu :)
aku berubah pikiran.
Ps : Aku menyayangimu juga. Terimakasih telah bersamaku selama ini.
Carmel mengetuk kata Send dilayar pipihnya. Gadis itu meletakkan ponselnya diatas meja dan meringkuk menyelimuti dirinya sendiri dengan mata memandang langit malam Washington yang tak berbintang.
                                                     
                                                                 ***
Hari ini Carlota membantu sahabatnya pindah kerumah Carlely yang dulu, rumah yang dulu pernah ditinggali Carmel sampai usianya 16 tahun.
Carmel membawa barang terakhirnya dan meletakkannya diatas truk PW tua mengangumkan milik Carlota.
                “ Kau yakin tak ada yang tertinggal?” Tanya Carlota menghampiri Carmel yang berdiri disamping truknya.
                “ Ya,” gadis itu mengangguk lambat-lambat. “ Aku harus berpamit pada Rosaline lebih dulu.” Lanjutnya mendesah.
                “ Baik, Aku akan menunggu dimobil.” sambil berkata Carlota membuka pintu mobilnya dan saat itu Carmel menghilang menyongsong Rosaline yang sudah berdiri dengan wajah muram diambang pintu.
                “ Ros,” Gadis itu mendesah lagi, memeluk Rosaline begitu erat. “ Aku akan pergi. Maafkan aku selalu telat membayar uang losmenmu.”
Rosaline , janda berumur 34 tahun itu menitihkan air mata sedih. “ Oh Car, kau sudah seperti anakku sendiri. Maafkan aku selalu menjerit-jerit tengah malam menganggu tidurmu. Meminjam alat-alat dapurmu yang sampai sekarang belum aku kembalikan.” Rosaline melepas pelukannya sambil mengusap pipinya sendiri. Carmel tersenyum.
                “ Simpan saja untukmu. Aku tak membawa alat-alat dapur. Jika kau mau kau bisa menyimpannya.”
                “ Benarkah?” Seru Rosaline, nampaknya wajahnya kembali merona. Air muka Rosaline sudah seperti anak remaja 17 tahun. Carmel mengangguk dan mundur satu langkah kebelakang.
                “ Aku harus pergi, aku tak ingin Carlota lama menunggu.” Ucap Carmel menunjuk kebelakang bahunya dengan ibu jari. Rosaline mengangguk dan memeluk anak itu lagi.
                “ Jangan sungkan-sungkan untuk mampir kesini. Aku akan membuat Cupcake kesukaanmu. Bukankah jarak universitasmu dekat dari sini?”
Carmel melepas pelukan Rosaline dan mengangguk. “ Tentu.” Sahutnya menjawab segala pertanyaan dengan tersenyum dan melambai pada Rosaline lalu meninggalkan wanita itu.
                                                                                 ***
Carmel memasuki kamar yang dikosongkannya 2 tahun lalu. Matanya mengitari kesetiap sudut kamar. Tak ada yang berubah, semua tetap sama seperti 2 tahun yang lalu saat ia memutuskan untuk tinggal ditengah kota Washington dan hidup mandiri dengan membiayai semua uang sekolah dan kehidupannya. Gadis itu meraba dinding pinky kamarnya, mengitari seluruh ruangan seakan-akan dia berada ditempat yang tak terbayangkan. Entah kenapa dia begitu merindukan tempat ini, seperti takkan pernah kembali lagi.
                “ Car.” Sebuah suara berat memanggilnya, Carmel menoleh dan mendapati Carlely, ayahnya berada diambang pintu yang terbuka.
                “ Dad.” Bisiknya, menghampiri Carlely dan mendekapnya erat ketika dekat. “ Dad, aku minta maaf. “
                “ Sshh. Carlota sudah menceritakan semuanya padaku. Aku sangat senang kau kembali kerumah. Bagaimanapun ini adalah rumahmu, dan jangan memutuskan untuk berpisah lagi. Mengerti?”
Carlely melepaskan pelukannya, memandang anaknya dengan lembut.
                “ Tapi aku tetap ingin hidup mandiri, Dad.” Carmel mengerang. Carlely menyipit lalu memutar kedua bola mata hijaunya.
                “ Kau masih keras kepala.” Gerutu Carlely membuat Carmel nyengir.
                “ Carmel.” suara lembut menyembul diantara mereka. Bola mata mereka bergerak dan mendapati seorang wanita berambut pirang strawbery dengan wajah anggun dan tenang berjalan mendekati mereka.
                “ Angelina.” Seru Carmel memeluk wanita itu. Angelina tertawa dan melepas pelukan mereka.
                “ Senang melihatmu kembali.” kata Angelina mengerling. Carmel mengangguk-ngangguk.
                “ Baiklah, aku harus kembali kepekerjaanku. Beristirahatlah Car, ini hari minggu. Dan jangan menyinggung soal kemandirian lagi. Aku lebih senang saat umurmu 10 tahun yang tak pernah merengek soal hidup sendiri.” Sambil berkata Carlely pergi meninggalkan ruangan. Carmel terperangah dan mendengus-dengus.
                “ Hari minggu dia masih bekerja? Angelina lihatlah, bahkan Carlely tak ingin aku tumbuh.” Gerutu Carmel membuat Angelina terkekeh.
                “ Dia hanya terlalu menyayangimu. Lagipula dia sedang membetulkan mobilku yang sedikit ada masalah. ” Angelina merangkul Carmel. “ Ah ya , aku sedang memasak sarden tuna kesukaanmu. Kau pasti lapar.” Angelina menatap Carmel yang mengangguk.
                “ Dan juga buatkan jus orange untukku, Ange.” Carlota datang membawa dua buah kardus yang menutupi setengah bagian tubuhnya.
                “ Tentu, aku akan segera kembali.” Angelina menghilang dari pandangan. Carmel menghampiri Carlota yang berjalan tak seimbang lalu membantu menuruni kardus-kardus berisi buku-buku pelajaran milik Carmel dan meletakkannya dilantai.
                “ Maaf merepotkanmu, Carl.” Ucap Carmel memandang Carlota yang menyikap poninya dengan punggung tangan.
                “ Tak masalah. Aku sudah biasa direpotkan.” Katanya, geli. Carmel tersenyum samar dan mengeluarkan buku-bukunya dari dalam kardus sementara Carlota berbaring diatas kasurnya.
                “ Well, apa rencanamu selanjutnya?” tanya Carlota tanpa memandang Carmel yang mulai bergerak untuk menyimpan buku kelemari buku. Sejenak ruangan sunyi senyap sementara Carmel menimbang-nimbang pikirannya.
                “ Mungkin aku akan mencari kerja lagi.”
Carmel tahu ucapan yang meluncur dari kerongkongannya mungkin bukan jawaban yang benar-benar diinginkan Carlota sehingga membuat gadis itu langsung bangkit dari kasur didetik yang sama.
                “ Kau bercanda?” Carmel bisa mendengar nada sinis dari sana. “ Rencanamu pulang kerumah adalah karena kau sudah tak bekerja lagi dan tak bisa membiayai hidupmu lagi. Sekarang kau ingin cari kerja ? oh, lebih baik aku tak usah menjemputmu tadi pagi.”
Carmel berhenti bergerak, memandang Carlota yang membuang wajah kesal.
                “ Carl, ini bukan tentang pekerjaan. Ini tentang jalan hidupku. Aku tak ingin merepotkan Carlely sementara ibuku tidak ada. Aku bukanlah anak kandungnya dan aku ingin itu tak merubah pemikiranku untuk berusaha membiayai hidupku sendiri.” Ucap Carmel parau.
                “ Carmel,” Carlota buru-buru berkata. “ Carlely menyayangimu, tak ada yang merasa direpotkan oleh kehadiran usiamu yang sudah 18. Kau anaknya dan kau memiliki hak untuk mendapatkan apapun yang kau inginkan diusia remaja ini. Meskipun dia bukan ayah kandungmu dia tetap wajib menjagamu dan menyayangimu seperti anak kandungnya, dan Carlely sudah melakukan itu melebihi apapun…”
                Carmel melamun, gadis itu berusaha keluar dari pikirannya yang rumit. “ Carl,” bisiknya tak bisa bersuara lagi.
                “ Lebih baik aku membiarkanmu menyendiri. Kita tak mungkin berdebat ketika energiku sudah terkuras.” Carlota bangkit dari kasur dan menghilang dari pandangan Carmel yang mulai memaku.
Kepala gadis itu terasa berat membuatnya tak mampu lagi untuk bergerak. Carmel jatuh terduduk dan menenggelamkan kepalanya diantara kaki-kakinya yang menekuk. Carlota marah. Ia marah. Carmel berteriak dalam hati. Carmel amat hafal betul sahabatnya yang satu itu sangat penuh kasih sayang, tetapi jika Carlota marah jangan harap kau bisa mengajaknya tertawa lagi dalam waktu sehari. Carmel akan merasa bicara dengan patung jika Carlota moodnya sedang buruk.
Carmel merasakan kakinya basah, sesuatu yang menggelitik menjilati jemari-jemari kakinya dan saat itu juga ia tersentak.
                “ Hey Sammy, berhenti menjilati kaki orang.” Carmel bisa mendengar teriakan Angelina tak jauh didepannya. Namun mata gadis itu mengamati anjing jenis cihuahua bergerak-gerak aktif didekat kakinya.
                “ Anjing barumu?” tanya Carmel meraih binatang peliharaan yang menurut suatu survei paling banyak dipelihara manusia.
Angelina meletakkan nampan diatas meja sambil mengangguk. “ Ya, hadiah ulang tahun pernikahan kami yang ketiga dari Carlely seminggu yang lalu.”
                “ Dad, sungguh romantis.” Kata Carmel menatap anjing yang digendongnya seksama. Sesungguhnya Carmel tidak begitu suka anjing, apalagi anjing botak seperti cihuahua. Melihatnya tanpa bulu seperti domba yang dicukur diperternakan membuat Carmel sedikit err sudahlah.
Angelina mendengus senang. “ Pria idaman,” desahnya. “ Ah, mana Carlota? aku sudah membuat orange jus permintaannya.”
Carmel melepas Sammy dan anjing itu langsung berlari keluar ruangan. “ Dia pergi.” Jawab Carmel bangkit untuk berdiri. “ Aku juga haus. Biar aku saja yang menghabiskannya setelah merapihkan barang-barangku. Sebaiknya kau membantu Dad, kurasa dia agak kerepotan membetulkan mobilmu. Aku tahu Dad bukan seorang montir yang handal.” Carmel mencoba menerangkan, menyembunyikan rasa kebas yang tadi sempat menyerangnya.
                “ Baiklah, jika kau lapar turun saja kebawah, kami akan menunggumu untuk makan siang.” Kata Angelina menarik knop pintu dan memundurkan langkah keluar kamar.
                “ Trims, Mom.” Ucap Carmel samar namun masih bisa didengar Angelina yang langsung tersenyum manis. Angelina menutup pintu dan lenyap dari pandangan gadis itu. Hhh akhirnya Carmel bisa dengan lepas mengucap kata Mom pada Angelina, ibu tirinya. Sebenarnya Carmel bukan tidak mau mengakui Angelina sebagai ibu barunya, hanya saja menurutnya takkan pernah ada yang bisa menggantikan ibunya. Takkan pernah ada. Dan hari ini, selama 3 tahun terakhir sikap kasih sayang yang ditunjukkan Angelina padanya mengubah pemikiran apatisnya itu.
Carmel mulai kembali bergerak, merapihkan semua barang yang belum pada tempatnya. Tangan gadis itu memang tetap aktif, tapi pikirannya tetap tertumpu pada satu hal yang sampai sekarang masih terus menari-nari dalam otaknya.
                                                                                 ***
MonDay. Oh Carmel tahu betul dia benci hari senin. Hari dimana ia harus kembali kerutinitas membosankan. Carmel masih mengulat diatas kasur ketika Angelina mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Gadis itu bangkit dan mendadak membulatkan mata ketika melihat jam dinding yang bergerak. Sial. Dia kesiangan.
                “ Dad , bisakah kau mengantarku kesekolah?” Carmel berteriak saat dianak tangga pertama. Gadis itu berlari dan 4 detik kemudian dia sudah ada didekat Carlely dan Angelina yang sibuk memakan roti panggang.
                “ Tak bersama Carlota?” tanya Carlely otomatis.
Carmel mengerang. “ Ugh, untuk hari ini mungkin tidak.” Jawabnya. Entah kenapa hari ini Carmel merasakan jantungnya 20 kali lebih cepat dari biasanya. Dia tidak berpotensi mengidap penyakit jantungkan?
                “ Baiklah, Mari berangkat.” Carlely memiringkan kepala setuju. Pria itu bangkit dari duduknya lalu mengecup bibir Angelina sesaat. Carmel tersenyum melihat pemandangan itu.
                “ Aku pergi Mom.” Carmel pamit pada Angelina. Sepertinya lidahnya mulai terbiasa mengucapkan kata yang dulu menurutnya itu adalah pantangan.
Carmel berjalan keluar rumah. Dan ini adalah hari pertama setelah 2 tahun dia menatap kembali kepemukiman tentramnya. Gadis itu memutar kesekeliling, dan bola mata cokelat terangnya berhenti bergerak ketika tertuju pada salah satu rumah. Rumah Jason. Kepala Carmel kembali pening, rasanya berdenyut-denyut, seperti pasien amnesia yang mengingat kembali masa lalunya. Carmel hendak melangkah namun terhenti saat itu juga begitu ia melihat garasi rumah Jason terbuka. Jantungnya berhenti berdetak sedetik. Tangan gadis itu gemetaran. Tak selang dari itu sebuah mobil audi hitam keluar dan melacu lambat ketika keluar dari perkarangan rumah Jason lalu menghilang dikejauhan. Carmel membeku, dia bahkan tak bisa merasakan detak jantungnya. Selang 3 detik dari itu Carmel terperanjat. Carlely membunyikan klakson kelewat nyaring membuat tubuhnya nyaris ambruk saat itu juga.
                “ Come on Car, tak ada waktu untuk melamun di hari senin. “ Carlely berseru didalam mobil dengan kaca yang terbuka. Carmel mengangguk cepat dan berlari memasuki mobil keluaran honda tersebut. Carlely langsung menginjak pedal gas ketika Carmel memakai sabuk pengamannya.
                “ Dad, apa ada orang baru yang menempati rumah Jason lagi?” Carmel bertanya pelan, namun mampu mengalihkan perhatian Carlely.
                “ Rumah Jason?” Dahi pria itu berkerut.
                “ Ya , aku melihat seseorang keluar dari sana.” Carmel menahan suaranya. Gadis itu masih merasa schok. Rumah itu memang pernah ditinggali oleh sepasang suami istri, tapi itu sudah lama sekali sekitar 7 tahun yang lalu dan hanya bertahan 3 bulan, lalu rumah itu kosong sampai saat ini. Namun Carmel tidak yakin apa ada orang baru lagi selama dia tinggal ditengah kota Washington 2 tahun terakhir.
                “ Aku tidak begitu yakin, kau tahu aku jarang ada dirumah 3 hari terakhir. Kau tanya saja pada Angelina, eh Ibumu. Dia adalah wanita pencari berita yang handal.” Carlely tersenyum geli namun tidak berarti apa-apa untuk Carmel. Gadis itu begitu tenggelam dari pikirannya. Carmel menggeleng pelan, ia tak ingin mempersulit dirinya sendiri. Itu bukan Jason, please jangan berharap. Carmel bersuara dalam hati. Tapi entah kenapa hatinya menolak untuk tidak berharap.



*to be continue*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar