Assallamualaikum Warrahmatullahi Wabaraktuh.. :)
Hello readers semuaaaaaaaaa...
Ini tanggal 21-01-2014 , dan untuk pertama kalinya aku buat blog, yuhuuu ~~~~\o/
Cerita ini dibuat udah lama banget di Facebook aku, so aku mau re-post disini hehe :DD
pemeran utamanya JUSTIN BIEBER, because im a Belieber. Belieber bilang cerita tentang justin bieber/fanfiction biasa kami sebut JD atau Just Dreaming. So, hape you enjoy this story. Kalau gasuka Justin cukup baca aja ceritanya hhaha *maksa*
pemeran utamanya JUSTIN BIEBER, because im a Belieber. Belieber bilang cerita tentang justin bieber/fanfiction biasa kami sebut JD atau Just Dreaming. So, hape you enjoy this story. Kalau gasuka Justin cukup baca aja ceritanya hhaha *maksa*
PART 1
GHOST OR NOT?
Jantungku terasa
berhenti, meski bodoh kukatakan mungkin aku sudah tidak punya jantung lagi. Dia
terbaring disana, kaku dan dingin terbalut benda-benda rumah sakit yang
berbunyi bip setiap saat. aku tak bisa lagi melayang. Aku bahkan tak bisa
merasakan suaraku, juga tangisanku. Aku bahagia menemukan dia, meski terluka
menyadari pertemuan ini tak seindah yang kubayangkan. Menyesali seharusnya aku
datang lebih cepat. Aku tidak pada waktu yang tidak tepat, dan aku menyadari
nama Deane itu berawal pada hari ini.
Pria itu menangisi
tubuh patung yang terbaring dibangkar besi, aku ngilu menyaksikan mereka.
Tubuhku seperti bayangan, mungkin memang seperti itu sejak berpuluh puluh hari
yang lalu. Aku seperti berdiri diantara terang dan gelap, antara kematian dan
kehidupan. Mata pria itu tak lagi memandangku yang tak mampu melakukan apapun
bahkan untuk bernafas-meski secara teknis aku sudah tidak bisa bernafas. Aku
menyaksikan jari-jemari gadis dalam bangkar besi itu bergerak, entah bagaimana
jari jemariku juga ikut bergerak. Dalam sekejap aku merasakan cahaya samar
mengelilingku, angin terpusat satu titik dari atas kepalaku membuatku melayang.
Aku terkepung cahaya terang, membutakan mataku sendiri dan aku merasakan diriku
menghilang.
****
Sore ini salju turun
tak selebat kemarin, membuat gadis kecil itu merangkak turun dari kasur dan
mengusap jendela berembun dengan sikunya. Seringaian kecil terlukis di wajahnya
yang dibingkai dengan pipi merah. Gadis kecil itu berlari keluar kamarnya, menuruni
tangga dan lekas memakai mantel tebal yang menggantung di gantungan baju
disamping pintu rumahnya, juga sepatu boot kebesaran yang dibelikan ayahnya,
ayahnya memang benar-benar tak tahu selera gadis 10 tahun ini.
“ Mom.. bolehkah aku keluar?”
Gadis itu berteriak sambil berusaha memasukan kaki-kaki kecilnya kedalam boots
cokelat besar miliknya.
“ Ya sayang, hati-hati karena
jalan licin. Dan jangan bermain terlalu jauh.” Sang ibu menyahut dari arah
dapur, senyum gadis kecil itu semakin merekah. Carmel, begitulah orang-orang
memanggilnya. Sigadis kecil dengan wajah menggemaskan, pipinya selalu merah
seakan setiap hari diolesi selai tomat. Satu hal yang Carmel suka di bulan
Desember, salju. Carmel sangat menyukai salju, seperti dia menyukai Barbie,
Hello kitty, dan SpongeBob. Dan Carmel takkan menyiakan kesempatan yang datang
setahun sekali ini dan meninggalkannya begitu saja. Gadis kecil itu cekatan
membuka pintu, angin dingin langsung menghempaskan kulit wajahnya membuatnya
sedikit beku, namun gadis kecil itu tetap gembira.
“ Carmel.. “ seorang gadis kecil
lain memanggilnya, tanpa melihatnya Carmel tahu itu Carlota, teman kelas musim
panasnya, yang letak rumah carlota percis tepat didepan rumahnya. Carmel tentu
saja gembira dengan adanya Carlota disini, gadis itu berlari kecil menyongsong
Carlota yang berdiri diatas tumpukan salju setebal 2 centi.
“
Hallo Ms Campbell, “ sapa Carmel tersenyum menggoda saat ada didepan
Carlota.Carlota memutar kedua bola matanya membuat Carmel tertawa geli.
“ Oh come on Carl, perang belum
dimulai.” Sambil berjalan Carmel memandang rumah sepi penghuni yang ada
disamping rumahnya. Namun langkahnya terhenti ketika sesuatu yang dingin dan
menyakitkan mengenai telinganya yang telanjang. Carmel menoleh kesal menatap
Carlota yang tersenyum tanpa dosa dengan segenggam bola salju ditangannya.
Carlota nyengir, “
Sekarang sudah dimulai kan?”
Carmel ngomel panjang pendek dan terus
melangkah. “ Kita kekurangan anggota, berdua saja takkan seru.” Gumam Carmel
terus berjalan menembus tumpukan salju kearah perakarangan rumah tetangganya.
Carlota memberengut dan dengan tertatih mengejar gadis kecil itu.
“ Kau akan mengajak si kembar?”
Tanya Carlota tak percaya. Carmel tersenyum dan mengangguk lalu berjalan lagi
menuju pintu rumah mewah yang dihiasi tanaman Mistletoe juga sebuah lonceng yang
menggantung disana.
“ Kurasa itu ide yang tidak
bagus.” Komentar Carlota. Carmel mengabaikannya.
“ Kita berdua, mereka berdua.
Itu ide yang cukup bagus.” Sahut Carmel saat mereka sudah ada didepan pintu.
Dengan santai Carmel mengetuk pintunya. Carlota tak banyak bicara , gadis kecil
itu amat tahu salah satu dari si kembar
Bieber itu mempunyai sikap yang sangat buruk, dan Carlota takut kalau yang
membukanya adalah Jason, anak lelaki yang suka meledakkan petasan ditempat
sampah rumah-rumah orang. Dan itu sudah melanggar aturan juga etika
bertetangga.
“ Kita tak tahu siapa yang akan
membuka pintu,” bisik Carlota bergetar, meski suhu diudara sudah mampu
menggetarkan bibirnya.
“ Kuharap itu Jason.” Carmel
menoleh dan tersenyum. Carlota melotot dan memukul kepala temannya itu.
“ Tidak, Jason itu anak nakal.”
Imbuh Carlota.
“ Yang nakal itu Justin.” Tuntut
Carmel, berhenti sejenak menatap pintu yang terbuka ketika mereka berdebat.
Seorang anak lelaki muncul dengan rambut cepak berwarna cokelat pirang,
senyumnya manis dan mulutnya dipenuhi kue jahe,sebelah tangannya menggenggam
setoples kue jahe berisi penuh . Sejenak kedua anak perempuan itu tertegun
melihat pemandangan yang membuat mata mereka terpaku beberapa detik.
Carmel berdesis.
“ Jason—“
“ Justin—“ Carmel melotot pada
Carlota yang ada dibelakangnya. Carl itu bodoh, yang didepan mereka itu bukan
Justin. Kenapa dia salah menyebutkan nama orang? Padahalkan mereka sudah
bertetangga bertahun-tahun. Carmel menggerutu dalam hati. Carmel saja sudah
hafal yang mana Justin dan yang mana Jason meski dia baru saja 2 minggu tinggal
disini.
Setelah beberapa detik mereka berdua saling
melotot, tiba-tiba sebuah bola salju menghantam kearah mereka dan langsung mengenai
toples kue jahe yang digenggam anak lelaki itu membuatnya jatuh kelantai dan
menimbulkan suara yang cukup nyaring. Tanpa hitungan detik puluhan kue jahe
berserakan dimana-mana bersama lelehan salju yang cukup memenuhi pandangan.
Carmel terkejut setengah mati, siapa orang sialan yang sudah melempari mereka?
Belum tersadar dari keterkejutannya Carmel dan Carlota sudah melihat anak
lelaki yang ada didepan mereka menangis kencang lalu berlari memasuki rumahnya.
Carmel bisa mendengar anak lelaki itu mem anggil-manggil ibunya sedih. Carmel
memutar pandangan dan tiba-tiba sebuah bola salju mengenai tepat wajahnya, errr
pipi Carmel mendadak beku seketika. Disusul dengan itu wajah Carlota juga
dihantam bola salju membuatnya meringis. Mereka berdua kesal dan marah. Mata
kedua gadis kecil itu melalang buana pada hamparan salju juga tong-tong sampah
yang berada ditengah jalan. Mereka langsung mendapati kumpulan anak lelaki
tertawa-tawa sambil membentuk bola salju dalam kepalan dan brakk.. satu
tembakan kembali mengoyak hidung Carmel yang mancung. Carmel mencoba mengambil
segenggam tumpukan salju yang ada didekat kakinya dan membentuk bola lalu
dilemparkannya tepat mengenai satu dari 5 wajah anak-anak lelaki itu. Carmel
bahkan dapat melihat satu dari kelima bocah lelaki itu adalah kembaran dari
anak lelaki yang membuka pintu tadi.
“ Rasakan kau, Justin.” Carmel berteriak puas.
“ Dia Jason.” Sergah Carlota tetap tak mau mengalah. Kelima anak lelaki
itu langsung berkerumun dan Carmel juga Carlota langsung melebarkan matanya
begitu melihat serangkaian petasan di bakar dengan korek api. Carmel mengeram
kesal namun Carlota sudah menariknya berlari menjauh. Kedua gadis kecil itu
berlari secepat kilat ketika petasan dilempar kearah mereka. Carmel bahkan
merasakan ledakan-ledakan dahsyat dibalik punggungnya lalu dengan secepat kilat
dia membuka pintu rumahnya dan mengunci pintu bersama Carlota disampingnya
dengan nafas terengah-engah.
“ Yang tadi itu Justin kan?” Sambil mengatur nafas, Carmel menatap
Carlota. Carlota malah menempelkan telinganya didaun pintu, gadis kecil itu
merasa sudah takkan adalagi ledakan-ledakan, meski yang lebih dashyat.. hey
kemana orang-orang? Bukankah suara tadi seharusnya mengundang kebisingan?
Carlota terkadang bingung dengan sifat apatis para orangtua dikomplek ini.
sudah lama anak dari Jeremy Bieber itu
selalu berbuat onar. Tetapi tetap tak ada yang mau melapor pada polisi tentang
anak polisi yang tata kramanya sudah hilang. Voilla, anak polisi! Carlota
hampir lupa dia memikirkan anak dari kepala polisi Washington DC.
“ Dengar Ms Summer, anak lelaki bodoh itu Jason, anak menangis tadi itu
Justin. Bisakah sekali saja kau tidak tertukar ?” Carlota, berkata sarkatik.
Carmel terhenyak sejenak, bukankah..
“ Carmel, Carlota, ada apa? Apa yang terjadi?” kedua gadis itu
mendongkak seirama saat mendengar suara cemas ibu Carmel yang datang. Carmel
menggeleng dan tersenyum pada ibunya.
“ Hanya sedikit ledakan Mrs Wesley,” Carlota menjawab. “ Ledakan dari
anak-anak nakal itu.” Sambung Carlota. Mrs Wesley memandang kedua gadis kecil
ini khawatir dan mendesah maklum, lalu mulai membuka mantel-mantel mereka
dengan kelembutan.
“ Sebaiknya kalian berdua mandi, aku akan menyiapkan susu hangat.”
Sambil berkata Mrs Wesley beranjak dengan mantel-mantel menggantung dilengannya
dengan beberapa titik salju melekat disana.
***
Carmel Deane Summer,
gadis kecil , malaikat dirumahnya. Dia adalah putri dari pasangan Carlely
Wesley dan Demetria Deane. Carlely adalah ayah tiri Carmel, namun Carmel tak
pernah mendapatkan perlakuan berbeda dari Wesley. Wesley menjadi ayah Carmel
ketika Carmel masih dalam kandungan, dan tentu saja Wesley sangat menyayangi
Carmel seperti anak kandungnya sendiri. Carmel adalah gadis asal New Jersey,
dia menetap di Washington DC sejak dua minggu yang lalu saat ayahnya diberi
kepercayaan oleh atasannya untuk menjalankan pekerjaan yang mereka geluti
dicabang Washington. Dan itu membuat Wesley jarang ada dirumah. Carmel bukan
tipikal gadis manja sebenarnya, namun ayah dan ibunya memperlakukannya seperti
seorang putri hingga Carmel merasakan apapun yang ada dalam hidupnya harus
sempurna. Hari pertama Carmel saat pindah, Carmel memiliki pengalaman
menakjubkan bersama salah satu dari sikembar Bieber. Hari pertama tepat saat
salju turun dibulan Desember. Carmel amat senang hari itu, dia berniat keluar
rumah dan ingin sekali membuat boneka salju. Dengan semangat Carmen
mengumpulkan salju-salju yang masih sedikit itu kedalam ember, dia ingin ini
jadi boneka salju pertamanya di Washington. Dengan susah payah Carmel mencari
tumpukan salju yang sudah padat disekitar kompleknya dan membawanya dengan roda
kebun milik ibunya. Setelah satu jam mengumpulkan salju, saljupun menggunung
dua kali lipat lebih besar dari ukuran tubuhnya. Carmen mulai membentuk boneka salju,
dari bagian bawahnya , perut hingga kepala. Gadis itu lalu mengambil ranting,
beberapa buah batu juga wortel yang diambil dari lemari pendingin. Tahap demi
tahap Carmel ikuti dengan baik hingga boneka saljunya hampir selesai. Carmel
menatap boneka saljunya yang tersenyum ceria. Hanya ada 1 yang kurang, hoodie
dari benang wol juga syal yang bisa membuat boneka saljunya menjadi sempurna.
Carmelpun berlari kerumahnya mengambil semua barang yang ia butuhkan, saat ia
kembali boneka saljunya hancur berantakan. Carmel terpaku, tak bisa mengatakan
apapun. Titik-titik airmatanya jatuh kepipi, gadis kecil itu berlari
menghampiri bonekanya dan mendapati sebuah bola basket tepat didekat kakinya,
diatas tumpukan salju yang sudah lumer. Carmel menangis sejadi-jadinya saat itu
juga , ia kembali membentuk boneka saljunya namun sudah sedikit meleleh. Gadis
kecil itu berhenti menangis ketika ia melihat sepasang sepatu boot muncul
didekatnya. Carmel mendongkak, menatap seorang anak lelaki berhoodie dengan
kaus lengan panjang yang diam namun menatapnya gusar. Carmel mengeram, dia
yakin anak ini sipemilik bola yang menghancurkan boneka saljunya. Wajah carmel
merah matang, gadis itu bisa merasakan pipinya memanas.
“ Kau sipemilik bola ini? kau
yang menghancurkan boneka saljuku?” Carmel tak dapat menyembunyikan
kemarahannya, gadis kecil itu menuding anak lelaki yang menatapnya gugup. Anak
lelaki itu menunduk dan meraih bola basket yang ada didekat kaki Carmel.
“ Aku minta maaf atas kelakuan
Justin, ini bolanya. Maafkan aku.” ujar anak lelaki itu, Carmel bisa merasakan
perasaan tulus didalamnya. Gadis itu perlahan menarik nafas, mengusap air mata
dipipinya.
“ Siapa Justin?” Tanya Carmel
ingin tahu.
“ Dia saudaraku, perlakuannya
memang sedikit buruk. Tapi aku akan membantumu membentuk boneka saljumu lagi.” Katanya
meyakinkan. Bibir Carmel terangkat penuh, Carmel merasakan hari-harinya di
Washinton takkan seburuk yang ia bayangkan. Anak lelaki itu mulai merauk
sisa-sisa salju yang mungkin bisa dibentuk. Carmel membantunya dengan gigih dan
mereka berdua meluangkan waktu sepanjang sore untuk menampung salju dan
membentuknya menjadi dua boneka salju sekaligus. Mr snow dan Mrs snow , begitu
mereka menyebutnya.
“ Bagaimana menurutmu?” tanya anak lelaki itu melipat tangan diatas dada, memandang bangga hasil karya mereka. Carmel tersenyum girang dan menatap anak lelaki disampingnya dengan semangat.
“ Bagaimana menurutmu?” tanya anak lelaki itu melipat tangan diatas dada, memandang bangga hasil karya mereka. Carmel tersenyum girang dan menatap anak lelaki disampingnya dengan semangat.
“ Aku tidak pernah melihat yang
sebagus ini sebelumnya.” Kata Carmel memuji. Carmel menatap anak lelaki itu dan
mengulurkan tangannya sambil tersenyum.
“ Aku tidak mengenalmu. Aku
Carmel Deana Summer. Siapa namamu?” Tangan Carmel masih menggantung, menunggu
anak lelaki yang ada didepannya menyambutnya.
“ Aku Jason Drew Bieber-“ Jason
menyambut hangat tangan Carmel. “ Aku memiliki saudara yang sangat nakal , dia
saudara kembarku namanya Justin Drew Bieber. Jangan pernah berharap bertemu
dengannya jika ingin selamat.” Seringaian mengejek datang dari mulut Jason,
seakan yang dikatakan Jason adalah nyata. Tentu saja Carmel percaya kata-kata Jason,
terbukti bahwa bola sialan milik Justin menghancurkan boneka salju pertamanya.
Ugh , Carmel masih benar-benar kesal.
“ Senang berkenalan denganmu
Jason, aku harap kita menjadi teman yang baik. Dan aku tidak berharap bisa
bertemu dengan saudaramu itu.” Entah bagaimana Carmel merasakan hari-harinya
disini lebih menantang.
***
seminggu setelah perkenalan itu, Carmel selalu mengisi hari-hari Jason. Awalnya Jason tidak masalah memiliki seorang teman cewek tapi lama kelamaan Carmel menjengkelkan juga. Anak itu selalu mengikuti kemana Jason pergi, Jason bahkan di ejek oleh teman-temannya karena memiliki teman seorang gadis yang cengeng. Carmel sering menangis kalau terluka sedikit, bahkan jika Jason menjahilinya dan Carmel tidak suka, tidak peduli dia berada dimana Carmel akan menangis dan menjerit sekuat-kuatnya, itulah yang membuat Jason menjauh. Jason merasa sedikit terganggu dan tak sebebas dulu, hingga akhirnya Carmel dan Jason tidak pernah bertemu lagi. Carmel merasa kesepian , sampai gadis itu menemukan Carlota yang juga masih bertetangga dengan mereka. Tak jarang Carmel sering mengunjungi rumah keluarga Bieber hanya untuk bertemu Jason, namun Jason tetap menjauh. Hingga sampai salju turun dihari ke-28 bulan desember. Carmel menemukan salju tak selebat hari kemarin, hingga akhirnya dia keluar rumah dan menemukan Carlota disana. Dan sampai kejadian petasan itu terjadi.. Carmel masih terus berfikir bahwa Jason menangis karena saudaranya yang sangat menjengkelkan. Justin harus tahu apa arti tata krama.
***
Carmel menatap kobaran
api yang menjilati kayu bakar dalam perapian. Asapnya membuat suasana hangat.
Kepala gadis kecil itu mengiang-ngiang atas rasa bencinya pada Justin juga
rindu pada Jason. Dia tak percaya bisa sekalut ini sebelumnya.
“ Mom, apakah ada rencana untuk
berlibur ditahun baru?” Tanya Carmel menatap ibunya yang serius dengan buku
tebal yang memenuhi kesepuluh jarinya. Mrs Wesley memiringkan kepala dari buku,
menatap anaknya yang telungkup diatas karpet didekatnya.
“ Mom tidak tahu, ayahmu masih
belum bisa libur sampai akhir desember.” Jawab Mrs Wesley tenang. Berusaha
tidak menyakitkan keinginan sang putri, ia yakin usahanya sia-sia saat melihat
ekspresi Carmel yang memberengut.
“ Aku tidak mengerti. Inikan
hari natal, semua orang merayakannya, Mom.” Carmel berargumen. Wajahnya serius
menatap sang ibu yang langsung menutup buku dan meletakkannya diatas meja tepat
disamping sofa dimana ia duduk.
“ Bahkan keluarga Mr Easter
berencana libur ke Jacksonville. “ Carmel mendengus, menatap tungku perapian
yang menyala-nyala. Mrs wesley mendekati anaknya, mengelus sayang rambut
cokelat pirang miliknya yang panjang.
“ Carlota bilang begitu?” tanya
Mrs Wesley lembut. Carmel mengangguk lambat-lambat dan berdesis pelan.
“ Carlota pasti akan memiliki
liburan yang menyenangkan di Jacksonville.” Gumamnya tertuju pada diri sendiri.
Mrs Wesley terduduk disamping gadis kecilnya dan membangkitkan Carmel dari
telungkupnya. Carmel menatap wajah sang ibu, matanya berpendar dalam cahaya
remang-remang yang hanya terpusat pada tungku perapian. Carmel baru menyadari
mata ibunya begitu indah, warna cokelat terang seperti batang pohon eak yang
berbau harum dihutan pinus. Pancaran matanya begitu tulus dan damai, dan itu
membuat hati Carmel yang terkoyak sedikit membaik.
“ Kita tidak harus berlibur
untuk merayakan sesuatu. Bisa bersama-samapun itu akan menyenangkan bukan? Kau
, ayahmu, dan Ibu. Hanya kita bertiga. Tak peduli dimana kita berada, asal kita
bersama , semua akan terasa seperti di surga. “ kalimat Mrs Wesley seakan
kalimat pengantar dari langit ke tujuh, membuat Carmel diam tak berkutik dan
terhipnotis. Gadis kecil itu mengangguk lambat-lambat dan memeluk ibunya
erat-erat.
“ Ah ya.” Mrs wesley berhenti
sejenak. Wanita itu sedikit menggerakan badannya kebelakang dan meraih sesuatu
diatas meja. Carmel mengamati ibunya yang membuka sebuah kotak ukiran kayu
bewarna cokelat tua dan terkejut begitu mengetahui didalamnya ada sebuah
liontin yang indah.
“ Pakailah, ini untukmu.” Mrs
Wesley menggantungkan liontin tepat diwajah Carmel. Carmel menatap ibunya tak
percaya. Namun Mrs Wesley tetap bergerak untuk memakaikan liontin ini pada
putrinya.
“ Ini adalah liontin pemberian
almarhum ayahmu saat kami menikah dulu,” sambil bercerita Mrs wesley
memasangkan Liontin perak itu hati-hati dileher Carmel.
“ Sekarang mom ingin kau
menjaganya, bisakah kau melakukan itu untukku?” Mrs Wesley menatap anaknya.
Carmel terlihat bahagia dan mengacungkan jari kelingkingnya.
“ I worth it, Mom. “ ujarnya
mantap. Mrs Wesley melingkarkan jari kelingkingnya disana lalu kembali memeluk
Carmel yang tertawa.
***
sore ini Carmel merasa kesepian lagi, Carlota baru saja pergi bersama keluarganya keliburan yang menyenangkan. Huh. Siapa sih bos ayahnya itu? Apa dia tidak punya keluarga untuk merayakan hari natal hingga harus memenjarakan ayah Carmel dan menenggelamkannya bersama pekerjaan-pekerjaan memuakkan? Andai Carmel tahu, dia pasti sudah mengajak bos ayahnya itu adu panco. Dasar manusia tidak berkeprinatalan!
tidak ada yang bisa dilakukan Carmel di sore yang sepi ini kecuali mengorek-ngorek salju. Dia berharap bisa menemukan sesuatu yang mungkin bisa saja mengabulkan tiga permintaan. jika terwujud tentu saja hal yang pertama ia inginkan adalah ayahnya bisa cepat menyelesaikan pekerjaannya hingga mereka bisa berlibur, yang kedua Carmel ingin salju turun sepanjang tahun, masa bodoh dia didemo jutaan manusia didunia yang rindu matahari dan yang ketiga.. errr yang satu ini sedikit bodoh memang tapi Carmel ingin Jasonnya kembali, dan bersikap baik padanya seperti dulu.
sore ini Carmel merasa kesepian lagi, Carlota baru saja pergi bersama keluarganya keliburan yang menyenangkan. Huh. Siapa sih bos ayahnya itu? Apa dia tidak punya keluarga untuk merayakan hari natal hingga harus memenjarakan ayah Carmel dan menenggelamkannya bersama pekerjaan-pekerjaan memuakkan? Andai Carmel tahu, dia pasti sudah mengajak bos ayahnya itu adu panco. Dasar manusia tidak berkeprinatalan!
tidak ada yang bisa dilakukan Carmel di sore yang sepi ini kecuali mengorek-ngorek salju. Dia berharap bisa menemukan sesuatu yang mungkin bisa saja mengabulkan tiga permintaan. jika terwujud tentu saja hal yang pertama ia inginkan adalah ayahnya bisa cepat menyelesaikan pekerjaannya hingga mereka bisa berlibur, yang kedua Carmel ingin salju turun sepanjang tahun, masa bodoh dia didemo jutaan manusia didunia yang rindu matahari dan yang ketiga.. errr yang satu ini sedikit bodoh memang tapi Carmel ingin Jasonnya kembali, dan bersikap baik padanya seperti dulu.
“ Carmel Deana Summer.” Carmel
terkejut, gadis 10 tahun itu mendongkak, poni yang tertata rapih di dahinya
melewati matanya menyamarkan pandangan didepannya. Ia hanya melihat seorang
anak lelaki bercelana jeans dan bermantel tebal , memakai syal dan topi wol
berwarna biru. Carmel mengibaskan poninya dan berdiri. Barulah ia melihat
dengan jelas siapa yang ada didepannya. Carmel menggerutu dalam hati, apa yang
baru ditemukannya barusan tadi dibawah tumpukan salju? Batu? Tidak. Carmel
yakin tidak menemukan apapun yang mampu mewujudkan ketiga permintaannya tapi
entah bagaimana satu dari 3 permintaan itu terwujud sekarang. gadis kecil itu
berharap ayahnya sekarang sudah ada dirumah atau ibunya meyiapkan persediaan
makanan sebanyak-banyaknya karena salju akan terjadi sepanjang tahun. Wow.
“ Jason.. “ Desis Carmel, tak
tahan langsung memeluk anak lelaki ini. sangat kentara sekali Carmel begitu
bahagia. Apapun yang ditemukannya tadi Carmel merasa sangat berterimakasih,
kenapa tadi tidak minta hujan emas saja sekalian? Carmel mengusir pemikiran tak
imperatif itu.
Tawaan Jason bergema
membuat bulu-bulu Carmel bergetar. “ Tak ada niat untuk menjauhiku lagikan?”
tanya Carmel, sikapnya was-was. Jason menjawabnya dengan anggukan pelan, namun
mampu membuat hati Carmel berdentum-dentum gembira.
“ Sedang apa kau disini?” Tanya
Jason lembut. Carmel merasa suara Jason lebih indah dari awal mereka bertemu.
“ Entahlah,” anak itu
menggeleng. “ Bagaimana kalau kita main seluncur es disungai ?” Carmel bertanya
semangat. Jason tersenyum dan mengangguk lalu mereka berjalan bersama.
“ Kurasa sungai sudah mencair,
musim semikan datang sebentar lagi.” Gumam Jason. Carmel tak begitu
memperhatikan, dia terlalu gembira mengetahui kenyataan bahwa Jason sudah
bersamanya lagi.
***
Mereka berdua akhirnya sampai pada bibir sungai. Carmel langsung tak banyak bicara, air mukanya menunjukkan kekecewaan. Jason memandang anak itu lalu mengangkat bibir setengah.
Mereka berdua akhirnya sampai pada bibir sungai. Carmel langsung tak banyak bicara, air mukanya menunjukkan kekecewaan. Jason memandang anak itu lalu mengangkat bibir setengah.
“ Sudah kubilang sungainya mulai
mencair.”
Carmel memberengut dan
berbalik untuk berjalan lalu terduduk disebuah batu besar, gadis kecil itu
menumpukan dagunya dengan kedua telapak tangannya sambil termenung.
“ Apa kau tak punya ide yang
lebih bagus ?” tanya Carmel ketika Jason ada disampingnya. Jason menjawabnya
dengan gelengan kepala. Carmel mendengus, dia merasa bosan. Kok Jason mendadak
pendiam seperti ini? biasanya Carmel akan sering tertawa karena Jason adalah
anak hyperaktif. Mengingat kenangan yang lalu, Carmel teringat sesuatu.
“ Jason..” Panggilnya, anak
lelaki itu mengangkat alisnya yang tipis.
“ Bolehkah aku bertanya
sesuatu?” Carmel menatapnya hati-hati. Jason menjawabnya dengan senyum manis.
Awalnya Carmel tak
tahu harus memulai dari mana, namun lambat laun gadis kecil itu mampu menguasai
pikirannya yang rumit. “ Kau dan Justin.. “ Carmel berhenti untuk menatap Jason
yang merubah ekspresinya. “ Apa perbedaanmu dengan dia? Aku dan Carlota sering
sekali meributkan mana kau dan mana Justin. Aku.. aku hanya ingin tahu.”
Jason sedikit meringis
mendengarnya namun anak itu ikut terduduk disamping Carmel yang diam menunggu
jawaban.
“ Aku dan Justin tentu sangat
berbeda, meskipun rupa kami sama tetapi ada beberapa hal yang membuat kami
berbeda. “ Jason menatap Carmel sejenak, gadis kecil itu nampak tenang
mendengarkan.
“ Aku suka SpongeBob, Justin
tidak. Justin suka bermain petasan, aku tidak. Aku anak cengeng, Justin anak
pemberani. Justin anaknya sedikit manja, tetapi mungkin aku lebih manja. Wajar
saja jika kau sering tertukar, terkadang nenek kakek kami sering salah
menyebutkan nama jika kami berdiri berdua. Mungkin hal detail yang membedakanku
dan Justin adalah, aku memiliki tahi lalat disini di dekat bibirku, juga
dileher. Kau bisa melihatnya? Agak samar memang, tetapi jika diperhatikan kau
pasti takkan pernah tertukar lagi.” Carmel memperhatikan anak lelaki itu, gadis
kecil itu samar-samar tersenyum.
“ Aku berjanji, aku takkan
keliru lagi.” Seru Carmel tertawa. Jason ikut tertawa. Mata Jason menatap
Carmel cemerlang, gadis kecil ini lucu. Wajahnya cantik dibingkai mata cokelat
seperti batu zambrud, bulu matanya pirang dan pipinya selalu merah dan itu
membuat Carmel seperti daun maple gugur yang dirindukan saat musim panas. Jason
mengamati Carmel dari atas sampai bawah, sepertinya dia tak salah mengenal
Carmel lebih awal. Mata anak itu tiba-tiba terhenti pada satu titik yang
berkialauan, pikirannya tak bisa tertahan untuk bertanya.
“ Carmel, apa itu?” Jason menunjuk tepat dileher Carmel. Carmel menatap
lehernya dan detik selanjutnya senyumnya terangkat sempurna.
“ Ini liontin dari ibuku. Ayahku memberikannya saat pernikahan mereka. “
Cerita Carmel seraya melepas linontin itu dan menggangtungkannya dihadapan
wajah mereka. Jason terpana menatap liontin itu. Dia bahkan belum pernah
melihat liontin seindah itu, dimana ada ukiran seorang pria dan wanita sedang
berdansa didalam sebuah lingkaran berbetuk hati juga ada setitik bulan sabit
yang menggantung diatas kepala mereka.
“ Itu.. pasti sangat berharga.”
Jason berdesis. Carmel mengangguk setuju namun gerakan kepalanya mendadak
terhenti ketika liontin itu sudah lenyap dari
tangannya dalam hitungan sepersekon.
“ Berharga , eh musim panas?”
Carmel tergelak, matanya melotot ketika wajah serupa Jason memainkan liontin
ditangannya bersama teman-temannya menengahi dia. Air muka Carmel merah padam,
anak lelaki nakal itu memanggil nama belakangnya? Yang benar saja.
“ Kembalikan!” gertak Carmel
bangkit dari duduknya. Suaranya panas, Carmel bisa merasakan tenggorokannya
terbakar. Jason ikut bangkit, namun tubuhnya bergetar.
“ Kau menginginkannya?” Justin,
menatap Carmel dengan satu alis terangkat. “ Kau bisa mendapatkannya jika kau
pandai berenang.” Sambil bicara Justin melemparkan Liontin Carmel kedalam
sungai yang mencair meski bongkahan es masih tersebar dibeberapa titik. Liontin
tersebut langsung tenggelam, Carmel membeku, meski suhu udara berpotensi untuk
melakukannya. Justin dan teman-temannya tertawa puas lalu menghilang dari
tempat mereka berdiri. Carmel menatap nanar sungai, matanya berkaca-kaca. Gadis
kecil itu menangis tanpa suara dan langsung berlari, menghilang dari pandangan
Jason yang mematung, tak berkedip, membeku, mati kutu.
***
Carmel berlari kedalam
rumahnya , wajahnya dibanjiri air mata. Suara isakan tangisnya tak terbendung
oleh apapun. Bahkan dia ingin menjerit sekeras-kerasnya.
gadis kecil itu membuka pintu rumahnya lebar-lebar dengan gerakan yang tak dapat lagi ia kontrol. Salah apa dirinya? Kenapa Justin setega itu?
pikiran Carmel berkecamuk, hatinya terasa retak disegala bagian. Matanya masih dipenuhi genangan air yang terus meluncur dari indra penglihatannya, namun pandangannya masih bersih, ia bahkan masih bisa melihat Ibunya yang sedang bencengkarama dengan seseorang di ruang keluarga mengeluarkan ekspresi terkejut saat melihatnya berantakan.
gadis kecil itu membuka pintu rumahnya lebar-lebar dengan gerakan yang tak dapat lagi ia kontrol. Salah apa dirinya? Kenapa Justin setega itu?
pikiran Carmel berkecamuk, hatinya terasa retak disegala bagian. Matanya masih dipenuhi genangan air yang terus meluncur dari indra penglihatannya, namun pandangannya masih bersih, ia bahkan masih bisa melihat Ibunya yang sedang bencengkarama dengan seseorang di ruang keluarga mengeluarkan ekspresi terkejut saat melihatnya berantakan.
“ Carmel, ada apa?” Mrs Wesley
bertanya was-was, wanita itu buru-buru menghampiri putri semata wayangnya.
Seorang pria yang sempat berada didekat Mrs Wesley ikut bangkit dari duduknya.
Carmel menatap pria itu dingin, tanpa pikir panjang Carmel berlari kekamarnya.
Meninggalkan wajah bingung sang Ibu dan si kepala polisi Washington DC yang
masih lengkap menggunakan seragam tugasnya.
“ Maaf Mr Bieber, kurasa cukup
pembicaraan kita hari ini.” Ucap Mrs Wesley tanpa mengurangi sedikitpun rasa
hormat pada tetangganya ini. Jeremy tersenyum dan mengangguk lalu berjalan
menuju pintu diikuti Mrs Wesley dibelakangnya.
“ Baiklah, jika perlu bantuan
lagi atau apapun yang anda butuhkan, hubungi saya.” Jeremy meninggalkan jejak
senyum diambang pintu.
***
Carmel masih terisak, meskipun air matanya tak mau keluar lagi. Carmel bahkan sudah mendapat penerimaan maaf dari sang ibu, tapi entah kenapa Carmel masih merasa sangat terluka. Itu adalah hadiah pemberian almarhum ayahnya bertahun-tahun yang lalu, dan Carmel menghilangkannya hanya dalam kurun waktu kurun 48 jam, Carmel bahkan bisa melihat tatapan kecewa saat sang Ibu merelakannya. Carmel memandang jendela kamar tidurnya, dia melihat jendela serupa didepannya. Itu rumah keluarga Bieber, Carmel tahu itu. Hatinya semakin tersiksa saja saat teringat kejadian tadi sore. namun mendadak ia ingat Jason. Carmel menahan nafas. Benar , Jason. Carmel meninggalkannya begitu saja tadi, ah bodoh.
Carmel masih terisak, meskipun air matanya tak mau keluar lagi. Carmel bahkan sudah mendapat penerimaan maaf dari sang ibu, tapi entah kenapa Carmel masih merasa sangat terluka. Itu adalah hadiah pemberian almarhum ayahnya bertahun-tahun yang lalu, dan Carmel menghilangkannya hanya dalam kurun waktu kurun 48 jam, Carmel bahkan bisa melihat tatapan kecewa saat sang Ibu merelakannya. Carmel memandang jendela kamar tidurnya, dia melihat jendela serupa didepannya. Itu rumah keluarga Bieber, Carmel tahu itu. Hatinya semakin tersiksa saja saat teringat kejadian tadi sore. namun mendadak ia ingat Jason. Carmel menahan nafas. Benar , Jason. Carmel meninggalkannya begitu saja tadi, ah bodoh.
Carmel masih memandang
jendela ditutupi tirai disebrang sana, lampunya yang terang memantulkan
bayangan di mata Carmel. Carmel memandang pantulan bayangan hitam itu
lekat-lekat. Gadis kecil itu melihat seseorang terbatuk-batuk diatas kasur,
salah satu kakinya tertekuk. Carmel tidak tahu pasti itu kamar siapa. Belum
sempat pertanyaan yang mengiang diotaknya terjawab, Carmel melihat seseorang
masuk kedalam kamar tersebut. Dari lekukan tubuhnya itu seperi Mrs Patty, ibu
dari sikembar Bieber. Carmel bertemu dengannya beberapa kali dari waktu 18 hari
ia tinggal disini. Patty adalah sosok yang menyenangkan, dan Carmel beruntung
bisa mengenalnya. Pikiran Carmel tentang Patty lenyap ketika dia melihat Patty
duduk diatas kasur sana, Patty memberi kecupan hangat pada siapapun itu yang
terbaring diatas kasur. Carmel menyatukan alis ketika Patty beranjak keluar dan
meninggalkan orang itu sendiri. Orang itu-entah siapapun dia- memiringkan tubuh
kearah jendelanya. Carmel terperanjat, dia bahkan tak menutupi jendelanya
dengan tirai. Carmel tak mau disebut
tukang intip, pasti orang itu tahu Carmel memperhatikannya sejak tadi. Dengan
gerakan kilat Carmel menutup tirai jendelanya meski ia harus terjatuh tulungkup
dari atas kasur dengan suara yang mampu menarik perhatian ibunya dilantai
bawah.
***
Hari-hari berikutnya Carmel tak pernah melihat Jason maupun Justin lagi. Kedua lelaki itu menghilang bagai tersapu musim salju yang juga sudah berganti. Semenjak kejadian itu semuanya menjadi aneh. Ayah Carmel datang untuk merayakan tahun baru dirumah mereka seminggu yang lalu, tetapi sekarang Mr Wesley sudah tenggelam dalam pekerjaannya lagi, bahkan lebih jarang pulang dibanding sebelum-sebelumnya. Dan yang lebih mengejutkan Mr Jeremy selalu datang mengunjungi kediaman Carmel setiap hari, entah itu hanya sekedar basa-basi , membenarkan keran air rusak ataupun membantu ibu Carmel ketika listrik dirumah mereka mendadak padam. Mr Jeremy terlalu banyak membantu melebihi seharusnya. Huh Carmel benar-benar mati kebosanan sekarang. Gadis kecil itu memilih untuk menghirup udara musim semi. Sesungguhnya ia benci musim salju sudah berganti, ternyata salju tak turun sepanjang tahun seperti keinginannya. Carmel melangkah keluar rumah, kakinya menginjak daun maple kering hingga menimbulkan suara renyah dibawah alas sandalnya.
Hari-hari berikutnya Carmel tak pernah melihat Jason maupun Justin lagi. Kedua lelaki itu menghilang bagai tersapu musim salju yang juga sudah berganti. Semenjak kejadian itu semuanya menjadi aneh. Ayah Carmel datang untuk merayakan tahun baru dirumah mereka seminggu yang lalu, tetapi sekarang Mr Wesley sudah tenggelam dalam pekerjaannya lagi, bahkan lebih jarang pulang dibanding sebelum-sebelumnya. Dan yang lebih mengejutkan Mr Jeremy selalu datang mengunjungi kediaman Carmel setiap hari, entah itu hanya sekedar basa-basi , membenarkan keran air rusak ataupun membantu ibu Carmel ketika listrik dirumah mereka mendadak padam. Mr Jeremy terlalu banyak membantu melebihi seharusnya. Huh Carmel benar-benar mati kebosanan sekarang. Gadis kecil itu memilih untuk menghirup udara musim semi. Sesungguhnya ia benci musim salju sudah berganti, ternyata salju tak turun sepanjang tahun seperti keinginannya. Carmel melangkah keluar rumah, kakinya menginjak daun maple kering hingga menimbulkan suara renyah dibawah alas sandalnya.
“ Apa yang mau kau tanyakan
lagi? Sudah kukatakan semua ini tak ada artinya. Tak perlu kau dengar semua
kicauan tetangga tak berguna itu.” Carmel tersentak, suara berat serupa gelegar
auman srigala menendang gendang telinganya. Kepala gadis itu bergerak, mata
Carmel menyipit melihat Jeremy dan Patty berdiri didekat pintu rumah mereka.
Carmel merasakan atmosfer panas mennyentuh kulitnya hingga bulu-bulu tangannya
menegang.
“ Omong kosong. Aku melihatnya!
Kau sering keluar masuk rumah wanita kesepian itu. Apa yang kau lakukan bersama
istri yang ditinggal suaminya berhari-hari selain berselingkuh huh?” suara
Patty tak kalah keras, tangannya terapung-apung tinggi menunjukkan betapa
emosinya wanita lembut itu kali ini.
Carmel menatap mereka nanar, matanya terasa perih. Gadis kecil itu tahu
kenapa hatinya terasa sakit, Patty seperti menyebutkan nama ibunya dengan kata
tak enak didengar. Wanita kesepian. Benarkah ibunya seperti itu? tidak, Carmel
yakin Patty hanya salah paham.
Bisa dilihat Jeremy
kalap, dagunya mengeras, tatapan matanya seakan menyembutkan larva panas yang
mampu membuat Patty gelagapan.
“ Sudah kubilang keran airnya
rusak lagi. ” Jeremy berkata disela-sela giginya.
“ Persetan dengan keran air.
Pergilah aku tak mau melihatmu lagi sampai kau benar-benar membuktikan bahwa
kau tidak ada hubungan apa-apa dengan dia.” Suara Patty terdengar bergetar
ditelinga Carmel, namun matanya bisa melihat Patty masih kuat berdiri disana.
“ Baik, Kau akan kecewa berkata
seperti itu, Mallete.” Jeremy berlalu, dengan sikap tegas pria itu memasuki
mobil polisinya dan dengan deruan keras meninggalkan suara mesin yang mengaum
di perkarangan rumah mereka. Carmel membeku, gadis kecil itu seperti kehilangan
tatapannya, dia mencoba beberapa kali berkedip dan memandang Patty yang terisak
sendirian disana. Carmel menatap Patty tanpa arti ketika Patty menyadari Carmel
menatapnya. Patty menatap Carmel namun tatapan itu mampu membuat lutut Carmel
lumpuh. Gadis kecil itu menangis melihat Patty masuk kerumahnya tanpa
mengatakan apapun. Bukan, bukan karena itu, tatapan Patty seperti memberi
isyarat bahwa dia bukan wanita lembut seperti dulu lagi, bahwa dia menunjukkan
betapa wanita itu dilanda kebencian yang mendalam pada Mrs Wesley, tetangganya.
***
Jagad raya disapu malam bersama titik titik terang yang bertebaran sejauh mata memandang. Ini musim semi, seharusnya angin terasa lebih sejuk namun entah kenapa perasaan Carmel hari ini membuat angin malam tak berarti apa-apa. Tak juga mampu mendeuhkan hatinya yang kering seperti disapu kemarau setahun.
Jagad raya disapu malam bersama titik titik terang yang bertebaran sejauh mata memandang. Ini musim semi, seharusnya angin terasa lebih sejuk namun entah kenapa perasaan Carmel hari ini membuat angin malam tak berarti apa-apa. Tak juga mampu mendeuhkan hatinya yang kering seperti disapu kemarau setahun.
Gadis kecil itu tak
mengerti kenapa kisahnya harus serumit ini. bahkan suara ibunya yang lembut
sehalus sutra tak mampu menenangkan hatinya yang kalut. Carmel masih anak-anak,
anak-anak seusianya haruslah gembira, tak pernah memikirkan soal apapun kecuali
kesenangan mereka. Tapi Carmel sudah jauh memikirkan nasib keluarga orang lain,
nasib Jason, nasib ibunya. Carmel bertambah sedih ketika percakapannya dengan
sang ibu saat makan malam tadi hanya sebuah pepesan angin.
“ Mom, boleh aku bertanya sesuatu?”
Carmel yang sedari tadi memandang kosong sarden tuna diatas piringnya akhirnya
mengeluarkan suara.
“ Bertanya apa Car?” Mrs Wesley
mendongkak sambil menyesap teh hangat
miliknya.
“ Apa benar Mom dan Mr Jeremy ..
“ Kalimat Carmel terhenti saat melihat ekspresi tenang Mrs Wesley mendadak
berubah.
“ Oh itu.” Ucap Mrs Wesley,
mengeluarkan nafas. “ Kau dengar dari orang-orang ya ?”
Carmel terdiam tak
bersuara.
“ Car, sebaiknya kau dengar yang
baik-baik saja. Anak seusiamu tak pantas mencampuri urusan orang dewasa. Ibu
hanya tak ingin kau terlalu banyak berfikir. Ibu sudah berfikir tentang
berbagai hal dan itu tak mengubah apapun. Ibu menyayangimu nak, sangat. Kau tak
perlu memikirkan hal itu lagi, mengerti?”
Carmel bahkan masih
sangat ingat kata-kata ibunya yang satu itu.
seperti sengaja ditancapkan paku disana, terus melekat kuat.
***
Pagi itu suasana harusnya indah, dipenuhi burung yang berkicau dan mampu membuat orang-orang yang ceria bersenandung. Carmel baru saja membuka mata, bukan karena ia diintip sinar matahari dari kisi-kisi jendela kamarnya, tapi ia baru saja mendengar suara bising. Ini bukan suara bising mobil tua Mr Easter yang sudah pulang dari Jacksonville semalam, tetapi suara pecahan kaca, banyak suara-suara yang mengatakan kata-kata tak enak didengar, disana, dilantai bawah, dirumah si gadis musim panas.
Pagi itu suasana harusnya indah, dipenuhi burung yang berkicau dan mampu membuat orang-orang yang ceria bersenandung. Carmel baru saja membuka mata, bukan karena ia diintip sinar matahari dari kisi-kisi jendela kamarnya, tapi ia baru saja mendengar suara bising. Ini bukan suara bising mobil tua Mr Easter yang sudah pulang dari Jacksonville semalam, tetapi suara pecahan kaca, banyak suara-suara yang mengatakan kata-kata tak enak didengar, disana, dilantai bawah, dirumah si gadis musim panas.
Carmel langsung
bangkit dari atas kasur, gadis itu tergopoh-gopoh keluar dari kamarnya. Langkah
kakinya terhenti begitu ia sampai di anak tangga ke 4 dari lantai kamarnya.
Carmel mencengkram kuat penyangga tangga sampai buku-buku jemarinya terlihat.
Gadis itu melihat sang ayah yang sangat-paling dia rindukan… juga ibunya.
Mereka berdebat, wajah mereka sama merahnya. Carmel pernah melihat yang satu
ini, adegan seperti ini yang hanya ada di tv-tv. Carmel terduduk lemas dianak
tangga, dia juga melihat tumbikar pemberian kakeknya saat di New Jersey dulu
pecah berkeping-keping disektar ibunya berpijak. Carmel menggeleng, gadis itu
menutup kedua telinganya dengan telapak tangan sambil menahan tangis.
“ Kenapa kau baru bertanya hari
ini? kemana dirimu kemarin-kemarin?” Meskipun Carmel sudah berusaha menutup
telinganya, namun ia masih bisa mendengar suara jeritan perih ibunya disana.
“ Aku melakukan ini untukmu,
untuk Carmel, untuk keluarga kita. Dan kau memanfaatkan kepergianku untuk
bersama si brengsek itu? kini semua orang di komplek tahu kau itu wanita
perusak rumah tangga orang.”
PLAK
Tamparan keras
mendarat tepat diwajah Carlely, Mrs Demetria menatapnya penuh emosi, wajahnya
merah padam dan nampak kilatan amarah menguar dari bola matanya yang indah.
“ Jaga ucapanmu tuan Wesley. Kau
tidak berhak mengucapkan kata-kata sialan itu.” Mrs Demetria menuding Mr
Carlely dengan tangannya. Pria berwibawa itu langsung menepis apungan tangan istrinya
dan menatapnya tajam. Mrs Demetria beranjak, wanita itu berjalan penuh
kemantapan menuju kamarnya dan menghilang dibalik pintu, 2 menit berselang Mrs
Demetria sudah kembali dengan mendorong koper besarnya. Mr Wesley menatap
kening istrinya berkerut. Kali ini Carmela berani membuka telinganya,
perasaannya sudah tidak bagus.
“ Kau mau kemana huh?” Tanya Mr
Carlely , suaranya tak setinggi tadi. Mrs Demetria menatapnya dingin, wanita
itu berjalan menuju pintu.
“ Pergi.. pergi jauh darimu.
Agar kau menyadari betapa menyesalnya kau kehilangan orang yang kau cintai.”
Kata-kata Mrs Demetria menampar Mr Carlely. Kali ini kata-katanya lebih
menyakitkan dari tamparan istrinya tadi.
“ Baiklah, pergilah sejauh
mungkin. Kuharap kau takkan pernah kembali. Dan aku takkan pernah menyesal
kehilanganmu, Deane.” Mr Wesley mengucapkannya getir. Mrs Demetria menitihkan
air mata, hatinya terasa sakit sampai kesekat-sekatnya. Wanita itu akhirnya
mendengus.
“ Semoga hari ini adalah hari
keberuntunganmu, semoga saja aku ditabrak truk atau semacamnya sampai mati… “
kata-kata Mrs Demetria menghilang diiringi tubuhnya yang lenyap dari ambang
pintu. Mr Carlely shock, tatapannya nanar.
Carmel terasa lemas, tubuhnya kini terasa tak bertulang. Dia baru saja menyaksikan apa yang seharusnya tak dia saksikan. Carmel sekuat tenaga berdiri, berlari menuju balkon kamarnya. Semoga ibunya belum jauh pergi, ia ingin sekali berteriak memanggil nama sang ibu. Carmel memasuki kamarnya dan berlari tersandung-sandung menuju balkon yang tertuju langsung pada halaman rumahnya. Ibunya ada disana, masih berjalan. Carmel mencoba teriak memanggil sang ibu, tetapi tubuh ibunya menghilang saat pintu mobil polisi tepat berhenti didepannya dan membawanya melesat jauh dari pandangan Carmel yang terasa tak berdaya dan terjatuh.
Carmel terasa lemas, tubuhnya kini terasa tak bertulang. Dia baru saja menyaksikan apa yang seharusnya tak dia saksikan. Carmel sekuat tenaga berdiri, berlari menuju balkon kamarnya. Semoga ibunya belum jauh pergi, ia ingin sekali berteriak memanggil nama sang ibu. Carmel memasuki kamarnya dan berlari tersandung-sandung menuju balkon yang tertuju langsung pada halaman rumahnya. Ibunya ada disana, masih berjalan. Carmel mencoba teriak memanggil sang ibu, tetapi tubuh ibunya menghilang saat pintu mobil polisi tepat berhenti didepannya dan membawanya melesat jauh dari pandangan Carmel yang terasa tak berdaya dan terjatuh.
***
Carmel terus menangis dipangkuan sang ayah. Mr Wesley juga tidak bisa berbuat banyak selain hanya bisa mengusap, mengecup sayang putrinya. Mr Wesley merasa benar-benar bodoh sampai-sampai ia ingin bunuh diri. Seharusnya ia tak mengatakan kata-kata itu.. seharusnya ia tak membiarkan Demetria, istrinya pergi.. seharusnya ia selalu pulang cepat.. seharusnya ia tak menerima pekerjaan ini.. seharusnya ia ada di New Jersey.. oh andai ada mesin waktu, Mr Carely rela menukarkan jiwanya untuk itu asal istrinya kembali.
Carmel terus menangis dipangkuan sang ayah. Mr Wesley juga tidak bisa berbuat banyak selain hanya bisa mengusap, mengecup sayang putrinya. Mr Wesley merasa benar-benar bodoh sampai-sampai ia ingin bunuh diri. Seharusnya ia tak mengatakan kata-kata itu.. seharusnya ia tak membiarkan Demetria, istrinya pergi.. seharusnya ia selalu pulang cepat.. seharusnya ia tak menerima pekerjaan ini.. seharusnya ia ada di New Jersey.. oh andai ada mesin waktu, Mr Carely rela menukarkan jiwanya untuk itu asal istrinya kembali.
“ Sshhh tenanglah, Ibumu hanya
pergi sebentar, takkan lama. Dia pasti kembali.” Untuk kesekian kalinya Mr
Wesley menenangkan Carmel yang memeluk tubuhnya sambil menangis. Carmel masih
terus terisak perih, dia terus teringat sang ibu sampai-sampai dia meraskan
ibunya kini ada disampingnya begitupun Mr Wesley. Namun pikirannya mendadak
buyar seketika saat mendengar suara bel rumahnya berbunyi, sambil menggendong
Carmel yang masih memeluk lehernya erat-erat ia berjalan menuju pintu, sedikit
menyunggingkan senyum dan berharap itu
adalah Demetria istrinya.
Mr Wesley membuka
pintu perlahan, namun senyum samarnya lenyap begitu melihat dua orang
berseragam sama seperti Jeremy. Bahunya mantap, tatapannya tegas.
“ Selamat malam.” Satu dari
kedua polisi itu menyapa. Mrs Wesley mengangguk untuk membalas.
“ Benar ini kediaman Mr Carlely
Wesley?” kali ini Mrs Wesley menjawab dengan suara serak.
“ Benar, ada apa pak?”
“ Istri anda, Demetria Deane
baru saja mengalami kecelakaan dan meninggal ditempat kejadian.”
Mrs Wesley terhempas,
jantungnya seakan jatuh dari ketinggian. Carmel menjerit detik itu juga,
seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ayahnya bohong, Ibunya tidak pergi sebentar,
Ibunya takkan kembali, Ibunya pergi untuk selama-lamanya.
***
8 years laters…
8 years laters…
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar